Minggu, 02 Juni 2013

MAKALAH ILMU PENDIDIKAN TENTANG ANALISA FILSAFAT DAN MASALAH KEPENDIDIKAN

Writted by :
MUHSYANUR, S.Pd
(Mahasiswa Program Pascasarjana Universitas Negeri Makassar 2010)

Pendidikan adalah proses penyesuian diri secara timbal balik antara manusia dengan alam, dengan sesama manusia atau juga pengembangan dan penyempurnaan secara teratur dari semua potensi moral, intelektual, dan jasmaniah manusia oleh dan untuk kepentingan pribadi dirinya dan masyarakat yang ditujukan untuk kepentingan tersebut dalam hubungannya dengan Allah Yang Maha Pencipta sebagai tujuan akhir.
Ahmad D. Marimba mengatakan bahwa, “Pendidikan adalah bimbingan secara sadar oleh si pendidik terhadap si terdidik dalam hal perkembangan jasmani dan rohani menuju terbentuknya kepribadian yang utama.
Dalam tujuan Pendidikan Nasional disebutkan bahwa pendidikan ditujukan untuk menghasilkan manusia yang berkualitas yang dideskripsikan dengan jelas dalam UU No. 2 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1993, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, berdisiplin, beretos kerja, profesional, bertanggung jawab, dan produktif serta sehat jasmani dan rohani, berjiwa patriotik, cinta tanah air, mempunyai semangat kebangsaan, kesetiakawanan sosial, kesadaran pada sejarah bangsa, menghargai jasa pahlawan, dan berorientasi pada masa depan.
Pendidikan tidak hanya untuk kepentingan individu atau pribadi, tetapi juga untuk kepentingan masyarakat. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan yang tercantum dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 29 Tahun 1990. Selain pendidikan dipusatkan untuk membina kepribadian manusia, pendidikan juga diperuntukkan guna pembinaan masyarakat.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Permasalahan Pendidikan
Pendidikan dalam arti umum mencakup segala usaha dan perbuatan dari generasi tua untuk mengalihkan pengalamannya, pengetahuannya, kecakapannya serta keterampilannya kepada generasi muda untuk memungkinkannya melakukan fungsi hidupnya dalam pergaulan bersama dengan sebaik-baiknya.
Filsafat dalam pendidikan (filsafat pendidikan) digunakan untuk memecahkan problem hidup dan kehidupan manusia sepanjang perkembangannya dan digunakan untuk memecahkan problematika pendidikan masa kini.
Beberapa masalah pendidikan yang memerlukan filsafat, yaitu :
1. Masalah pertama dan yang mendasar ialah tentang hakikat pendidikan.
Mengapa pendidikan itu harus ada pada manusia. Adalah merupakan hakikat hidup dan kehidupan.
Apakah hakikat manusia itu dan bagaimana hubungan antara pendidikan dengan hidup dan kehidupan manusia?
2. Apakah pendidikan itu berguna untuk membina kepribadian manusia?
Apakah potensi hereditas yang menentukan kepribadian manusia?
Apakah ada faktor yang dari luar dan lingkungan, tetapi tidak berkembang dengan baik?
3. Apakah sebenarnya tujuan pendidikan itu?
Apakah pendidikan itu untuk individu atau untuk kepentingan masyarakat?
Apakah pembinaan itu untuk dan demi kehidupan riil dan material di dunia ataukah untuk kehidupan di akhirat kelak?
4. Siapakah hakikatnya yang bertanggung jawab atas pendidikan?
Bagaimana hubungan tanggung jawab antara keluarga, masyarakat, dan sekolah terhadap pendidikan?
5. Apakah hakikat kepribadian manusia itu?
Manakah yang lebih untuk dididik; akal, perasaan, atau kemauannya, pendidikan jasmani atau mentalnya, pendidikan skill ataukah intelektualnya atau kesemuanya itu?
6. Apakah hakikat masyarakat dan bagaimana kedudukan individu dalam masyarakat? Apakah individu itu independen, ataukah dependen dalam masyarakat?
7. Apakah isi kurikulum yang relevan dengan pendidikan yang ideal?
Apakah kurikulum itu mengutamakan pembinaan kepribadian?
8. Bagaimana metoda pendidikan yang efektif untuk mencapai tujuan pendidikan yang ideal?
Bagaimana kepemimpinannya dan pengaturan aspek-aspek sosial paedagogis lainnya?
9. Bagaimana asas penyelenggaraan pendidikan yang baik, apakah sentralisasi, desentralisasi, ataukah otonomi, apakah oleh Negara, ataukah swasta?
Permasalahan-permasalahan tersebut dapat dijawab dengan analisa filsafat sebagai berikut :
1. Pendidikan mutlak harus ada pada manusia, karena pendidikan merupakan hakikat hidup dan kehidupan. Manusia pada hakikatnya adalah makhluk Allah yang dibekali dengan berbagai kelebihan, di antaranya kemampuan berfikir, kemampuan berperasaan, kemampuan mencari kebenaran, dan kemampuan lainnya. Kemampuan-kemampuan tersebut tidak akan berkembang apabila manusia tidak mendapatkan pendidikan. Allah SWT dengan jelas memerintahkan kita untuk “IQRO” dalam surat Al-Alaq yang merupakan kalamullah pertama pada Rosulullah SAW. Iqro di sini tidak bisa diartikan secara sempit sebagai “bacalah”, tetapi dalam arti luas agar manusia menggunakan dan mengembangkan kemampuan-kemampuan yang telah Allah SWT berikan sebagai khalifah fil ardl. Sehingga pendidikan merupakan sarana untuk melaksanakan dan perwujudan tugas manusia sebagai utusan Allah di bumi ini.
Pendidikan adalah proses penyesuian diri secara timbal balik antara manusia dengan alam, dengan sesama manusia atau juga pengembangan dan penyempurnaan secara teratur dari semua potensi moral, intelektual, dan jasmaniah manusia oleh dan untuk kepentingan pribadi dirinya dan masyarakat yang ditujukan untuk kepentingan tersebut dalam hubungannya dengan Sang Maha Pencipta sebagai tujuan akhir.
2. Pendidikan berguna untuk membina kepribadian manusia. Dengan pendidikan maka terbentuklah pribadi yang baik sehingga di dalam pergaulan dengan manusia lain, individu dapat hidup dengan tenang. Pendidikan membantu agar tiap individu mampu menjadi anggota kesatuan sosial manusia tanpa kehilangan pribadinya masing-masing. Sejak dahulu, disepakati bahwa dalam pribadi individu tumbuh atas dua kekuatan yaitu : kekuatan dari dalam (kemampuan-kemampuan dasar), Ki Hajar Dewantara menyebutnya dengan istilah “faktor dasar” dan kekuatan dari luar (faktor lingkungan), Ki Hajar Dewantara menyebutnya dengan istilah “faktor ajar”.
Teori konvergensi yang berpendapat bahwa kemampuan dasar dan faktor dari luar saling memberi pengaruh, kedua kekuatan itu sebenarnya berpadu menjadi satu. Si pribadi terpengaruh lingkungan, dan lingkungan pun diubah oleh si pribadi. Faktor-faktor intern (dari dalam) berkembang dan hasil perkembangannya digunakan untuk mengembangkan pribadi di lingkungan. Factor dari luar dan lingkungan kadang tidak berkembang dengan baik, misalnya ketika pribadi terpengaruh oleh hal-hal negatif yang timbul dari luar dirinya.
3. Pendidikan adalah proses penyesuian diri secara timbal balik antara manusia dengan alam, dengan sesama manusia atau juga pengembangan dan penyempurnaan secara teratur dari semua potensi moral, intelektual, dan jasmaniah manusia oleh dan untuk kepentingan pribadi dirinya dan masyarakat yang ditujukan untuk kepentingan tersebut dalam hubungannya dengan Sang Maha Pencipta sebagai tujuan akhir.
Secara sederhana Ahmad D. Marimba mengatakan bahwa, “Pendidikan adalah bimbingan secara sadar oleh si pendidik terhadap si terdidik dalam hal perkembangan jasmani dan rohani menuju terbentuknya kepribadian yang utama.Tujuan Pendidikan Nasional adalah menghasilkan manusia yang berkualitas yang dideskripsikan dengan jelas dalam UU No 2 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan GBHN 1993, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, berdisiplin, beretos kerja, profesional, bertanggung jawab, dan produktif serta sehat jasmani dan rohani, berjiwa patriotik, cinta tanah air, mempunyai semangat kebangsaan, kesetiakawanan sosial, kesadaran pada sejarah bangsa, menghargai jasa pahlawan, dan berorientasi pada masa depan.
Pendidikan tidak hanya untuk kepentingan individu atau pribadi, tetapi juga untuk kepentingan masyarakat. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan yang tercantum dalam UUSPN dan PP No 29 Tahun 1990. selain pendidikan dipusatkan untuk membina kepribadian manusia, pendidikan juga diperuntukkan guna pembinaan masyarakat. Berikut adalah penjelasannya :
a. Pengembangan kehidupan sebagai pribadi sekurang-kurangnya mencakup upaya untuk: 1) memperkuat dasar keimanan dan ketakwaan, 2) membiasakan untuk berprilaku yang baik, 3) memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar, 4) memelihara kesehatan jasmani dan rohani, 5) memberikan kemampuan untuk belajar, dan membentuk kepribadian yang mantap dan mandiri.
b. Pengembangan kehidupan sebagai anggota masyarakat :1) memperkuat kesadaran hidup beragama dalam masyarakat, 2) menumbuhkan rasa tanggung jawab dalam lingkungan hidup, 3) memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk berperan serta dalam kehidupan bermasyarakat.
c. Pengembangan kehidupan sebagai warga Negara mencakup upaya untuk : 1) mengembangkan perhatian dan pengetahuan hak dan kewajiban sebagai warga Negara RI, 2) menanamkan rasa ikut bertanggung jawab terhadap kemajuan bangsa dan Negara, 3) memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk berperan serta dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
d. Pengembangan kehidupan sebagai umat manusia mencakup upaya untuk : 1) meningkatkan harga diri sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat, 2) meningkatkan kesadaran tentang HAM, 3) memberikan pengertian tentang ketertiban dunia, 4) meningkatkan kesadaran tentang pentingnya persahabatan antar bangsa, 5) mempersiapkan peserta didik untuk menguasai isi kurikulum.
Pembinaan tersebut pada dasarnya dipersiapkan untuk kehidupan riil dan material di dunia serta kehidupan di akhirat kelak.
4. Pada hakikatnya pendidikan menjadi tanggung jawab bersama, yakni keluarga, masyarakat, dan sekolah/ lembaga pendidikan. Keluarga sebagai lembaga pertama dan utama pendidikan, masyarakat sebagai tempat berkembangnya pendidikan, dan sekolah sebagai lembaga formal dalam pendidikan.
Pendidikan keluarga sebagai peletak dasar pembentukan kepribadian anak. Keluarga yang menghadirkan anak ke dunia, secara kodrat bertugas mendidik anak. Kebiasaan-kebiasaan yang ada di keluarga akan sangat membekas dalam diri individu setelah individu makin tumbuh berkembang. Selanjutnya pengaruh dari sekolah dan masyarakat yang akan tertanam dalam diri anak.
5. Kata kepribadian berasal dari kata personality (bahasa Inggris) yang berasal dari kata persona (bahasa Latin yang berarti kedok/ topeng) yang maksudnya menggambarkan perilaku, watak/ pribadi seseorang. Hal itu dilakukan oleh karena terdapat ciri-ciri yang khas yang dimiliki oleh seseorang tersebut baik dalam arti kepribadian yang baik ataupun yang kurang baik.
Kepribadian adalah suatu totalitas psikophisis yang kompleks dari individu sehingga nampak di dalam tingkah lakunya yang unik. Hal-hal yang ada pada diri individu atau pribadi manusia pada dasarnya harus mendapatkan pendidikan, yakni akal, perasaan, kemauan, pendidikan jasmani atau mental, kemampuan atau keterampilan, serta intelektualnya. Semua hal tersebut dididik guna mencapai kepribadian yang baik.
6. Masyarakat merupakan tempat kedua bagi individu dalam berinteraksi. Karena keluarga terdapat dan berkumpul dalam suatu masyarakat. Secara sadar atau tidak keadaan masyarakat cukup memberi pengaruh kepada kepribadian seseorang. Kedudukan individu dalam masyarakat merupakan kondisi atau situasi yang tidak dapat dihindari karena individu juga merupakan makhluk social yang pasti membutuhkan manusia lain dalam hidupnya. Artinya, individu itu dependen dalam masyarakat.
7. Kurikulum yang relevan dengan pendidikan yang ideal adalah kurikulum yang sesuai dengan perkembangan dan tuntutan jaman. Kurikulum menekankan pada aspek kognitif, afektif, dan pertumbuhan yang normal. Pembinaan kepribadian merupakan kajian utama kurikulum. Materi program berupa kegiatan yang dirancang untuk meningkatkan self-esteem, motivasi berprestasi, kemampuan pemecahan masalah perumusan tujuan, perencanaan, efektifitas, hubungan antar pribadi, keterampilan berkomunikasi, keefektifan lintas budaya, dan perilaku yang bertanggung jawab.
8. Metode pendidikan sangat berpengaruh terhadap tercapainya tujuan pendidikan yang ideal. Metode yang tepat jika mengandung nilai-nilai intrinsik dan ekstrinsik yang sejalan dengan mata pelajaran dan secara fungsional dapat dipakai untuk merealisasikan nilai-nilai ideal yang terkandung dalam tujuan pendidikan Islam. Guru sebagai pendidik mempunyai tanggung jawab untuk memilih, menggunakan dan memberikan metode yang efektif dalam mencapai tujuan pendidikan yang tercantum dalam kurikulum. Kepemimpinan dan pengaturan aspek-aspek paedagogis harus dilakukan para pelaku pendidikan guna memperlancar proses tercapainya tujuan pendidikan yang ideal.
9. Pengertian-pengertian :
a. Sentralisasi, yaitu wewenang mengenai segala hal yang berkaitan dengan pemerintahan diatur oleh pemerintah pusat.
b. Desentralisasi, yaitu penyerahan wewenang pemerintahan dan pemerintah kepada daerah otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
c. Otonomi Daerah, yaitu kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan pengamatan penyusun, asas penyelenggaraan pendidikan yang baik yaitu dengan otonomi, yakni segala sesuatu yang berhubungan dengan terselenggaranya proses pendidikan diatur dan dilaksanakan oleh daerah otonom berdasarkan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa dan aspirasi masyarakat, sehingga kelak para pelaku pendidikan mampu mengembangkan segala kompetensi di daerah tempat mereka hidup.BAB III
PENUTUP

Pendidikan adalah proses penyesuian diri secara timbal balik antara manusia dengan alam, dengan sesama manusia atau juga pengembangan dan penyempurnaan secara teratur dari semua potensi moral, intelektual, dan jasmaniah manusia oleh dan untuk kepentingan pribadi dirinya dan masyarakat yang ditujukan untuk kepentingan tersebut dalam hubungannya dengan Sang Maha Pencipta sebagai tujuan akhir.
Pendidikan mutlak harus ada pada manusia, karena pendidikan merupakan hakikat hidup dan kehidupan. Pendidikan berguna untuk membina kepribadian manusia. Dengan pendidikan maka terbentuklah pribadi yang baik sehingga di dalam pergaulan dengan manusia lain, individu dapat hidup dengan tenang. Pendidikan membantu agar tiap individu mampu menjadi anggota kesatuan sosial manusia tanpa kehilangan pribadinya masing-masing.
Pada hakikatnya pendidikan menjadi tanggung jawab bersama, yakni keluarga, masyarakat, dan sekolah/ lembaga pendidikan. Keluarga sebagai lembaga pertama dan utama pendidikan, masyarakat sebagai tempat berkembangnya pendidikan, dan sekolah sebagai lembaga formal dalam pendidikan. Pendidikan keluarga sebagai peletak dasar pembentukan kepribadian anak.

Filsafat Pendidikan

Penulis :
MUHSYANANUR, S.Pd.

Merupakan terapan dari filsafat umum, maka selama membahas filsafat pendidikan akan berangkat dari filsafat.

Filsafat pendidikan pada dasarnya menggunakan cara kerja filsafat dan akan menggunakan hasil-hasil dari filsafat, yaitu berupa hasil pemikiran manusia tentang realitas, pengetahuan, dan nilai.

Dalam filsafat terdapat berbagai mazhab/aliran-aliran, seperti materialisme, idealisme, realisme, pragmatisme, dan lain-lain. Karena filsafat pendidikan merupakan terapan dari filsafat, sedangkan filsafat beraneka ragam alirannya, maka dalam filsafat pendidikan pun kita akan temukan berbagai aliran, sekurang-kurnagnya sebanyak aliran filsafat itu sendiri.
Brubacher (1950) mengelompokkan filsafat pendidikan pada dua kelompok besar, yaitu
a. Filsafat pendidikan “progresif”

Didukung oleh filsafat pragmatisme dari John Dewey, dan romantik naturalisme dari Roousseau
b. Filsafat pendidikan “ Konservatif”.

Didasari oleh filsafat idealisme, realisme humanisme (humanisme rasional), dan supernaturalisme atau realisme religius.



Filsafat-filsafat tersebut melahirkan filsafat pendidikan esensialisme, perenialisme,dan sebagainya.

Berikut aliran-aliran dalam filsafat pendidikan:

1. Filsafat Pendidikan Idealisme memandang bahwa realitas akhir adalah roh, bukan materi, bukan fisik. Pengetahuan yang diperoleh melaui panca indera adalah tidak pasti dan tidak lengkap. Aliran ini memandang nilai adalah tetap dan tidak berubah, seperti apa yang dikatakan baik, benar, cantik, buruk secara fundamental tidak berubah dari generasi ke generasi. Tokoh-tokoh dalam aliran ini adalah: Plato, Elea dan Hegel, Emanuael Kant, David Hume, Al Ghazali

2. Filsafat Pendidikan Realisme merupakan filsafat yang memandang realitas secara dualitis. Realisme berpendapat bahwa hakekat realitas ialah terdiri atas dunia fisik dan dunia ruhani. Realisme membagi realitas menjadi dua bagian, yaitu subjek yang menyadari dan mengetahui di satu pihak dan di pihak lainnya adalah adanya realita di luar manusia, yang dapat dijadikan objek pengetahuan manusia. Beberapa tokoh yang beraliran realisme: Aristoteles, Johan Amos Comenius, Wiliam Mc Gucken, Francis Bacon, John Locke, Galileo, David Hume, John Stuart Mill.

3. Filsafat Pendidikan Materialisme berpandangan bahwa hakikat realisme adalah materi, bukan rohani, spiritual atau supernatural. Beberapa tokoh yang beraliran materialisme: Demokritos, Ludwig Feurbach


4. Filsafat Pendidikan Pragmatisme dipandang sebagai filsafat Amerika asli. Namun sebenarnya berpangkal pada filsafat empirisme Inggris, yang berpendapat bahwa manusia dapat mengetahui apa yang manusia alami. Beberapa tokoh yang menganut filsafat ini adalah: Charles sandre Peirce, wiliam James, John Dewey, Heracleitos.


5. Filsafat Pendidikan Eksistensialisme memfokuskan pada pengalaman-pengalaman individu. Secara umum, eksistensialisme menekankn pilihan kreatif, subjektifitas pengalaman manusia dan tindakan kongkrit dari keberadaan manusia atas setiap skema rasional untuk hakekat manusia atau realitas. Beberapa tokoh dalam aliran ini: Jean Paul Satre, Soren Kierkegaard, Martin Buber, Martin Heidegger, Karl Jasper, Gabril Marcel, Paul Tillich


6. Filsafat Pendidikan Progresivisme bukan merupakan bangunan filsafat atau aliran filsafat yang berdiri sendiri, melainkan merupakan suatu gerakan dan perkumpulan yang didirikan pada tahun 1918. Aliran ini berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada masa kini mungkin tidak benar di masa mendatang. Pendidikan harus terpusat pada anak bukannya memfokuskan pada guru atau bidang muatan. Beberapa tokoh dalam aliran ini : George Axtelle, william O. Stanley, Ernest Bayley, Lawrence B.Thomas, Frederick C. Neff


7. Filsafat Pendidikan esensialisme Esensialisme adalah suatu filsafat pendidikan konservatif yang pada mulanya dirumuskan sebagai suatu kritik pada trend-trend progresif di sekolah-sekolah. Mereka berpendapat bahwa pergerakan progresif telah merusak standar-standar intelektual dan moral di antara kaum muda. Beberapa tokoh dalam aliran ini: william C. Bagley, Thomas Briggs, Frederick Breed dan Isac L. Kandell.


8. Filsafat Pendidikan Perenialisme Merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad kedua puluh. Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Mereka menentang pandangan progresivisme yang menekankan perubahan dan sesuatu yang baru. Perenialisme memandang situasi dunia dewasa ini penuh kekacauan, ketidakpastian, dan ketidakteraturan, terutama dalam kehidupan moral, intelektual dan sosio kultual. Oleh karena itu perlu ada usaha untuk mengamankan ketidakberesan tersebut, yaitu dengan jalan menggunakan kembali nilai-nilai atau prinsip-prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup yang kukuh, kuat dan teruji. Beberapa tokoh pendukung gagasan ini adalah: Robert Maynard Hutchins dan ortimer Adler.


9. Filsafat Pendidikan rekonstruksionisme merupakan kelanjutan dari gerakan progresivisme. Gerakan ini lahir didasarkan atas suatu anggapan bahwa kaum progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan masalah-masalah masyarakat yang ada sekarang. Rekonstruksionisme dipelopori oleh George Count dan Harold Rugg pada tahun 1930, ingin membangun masyarakat baru, masyarakat yang pantas dan adil. Beberapa tokoh dalam aliran ini:Caroline Pratt, George Count, Harold Rugg. Fenomena ”Hidup Lebih Maju”

Setiap orang, pasti menginginkan hidup bahagia. Salah satu diantaranya yakni hidup lebih baik dari sebelumnya atau bisa disebut hidup lebih maju. Hidup maju tersebut didukung atau dapat diwujudkan melalui pendidikan. Dikaitkan dengan penjelasaan diatas, menurut pendapat saya filsafat pendidikan yang sesuai atau mengarah pada terwujudnya kehidupan yang maju yakni filsafat yang konservatif yang didukung oleh sebuah idealisme, rasionalisme(kenyataan). Itu dikarenakan filsafat pendidikan mengarah pada hasil pemikiran manusia mengenai realitas, pengetahuan, dan nilai seperti yang telah disebutkan diatas.
Jadi, aliran filsafat yang pas dan sesuai dengan pendidikan yang mengarah pada kehidupan yang maju menurut pikiran saya yakni filsafat pendidikan progresivisme (berfokus pada siswanya). Tapi akan lebih baik lagi bila semua filsafat diatas bisa saling melengkapi.

Merupakan terapan dari filsafat umum, maka selama membahas filsafat pendidikan akan berangkat dari filsafat.

Filsafat pendidikan pada dasarnya menggunakan cara kerja filsafat dan akan menggunakan hasil-hasil dari filsafat, yaitu berupa hasil pemikiran manusia tentang realitas, pengetahuan, dan nilai.

Dalam filsafat terdapat berbagai mazhab/aliran-aliran, seperti materialisme, idealisme, realisme, pragmatisme, dan lain-lain. Karena filsafat pendidikan merupakan terapan dari filsafat, sedangkan filsafat beraneka ragam alirannya, maka dalam filsafat pendidikan pun kita akan temukan berbagai aliran, sekurang-kurnagnya sebanyak aliran filsafat itu sendiri.
Brubacher (1950) mengelompokkan filsafat pendidikan pada dua kelompok besar, yaitu
a. Filsafat pendidikan “progresif”

Didukung oleh filsafat pragmatisme dari John Dewey, dan romantik naturalisme dari Roousseau
b. Filsafat pendidikan “ Konservatif”.

Didasari oleh filsafat idealisme, realisme humanisme (humanisme rasional), dan supernaturalisme atau realisme religius.



Filsafat-filsafat tersebut melahirkan filsafat pendidikan esensialisme, perenialisme,dan sebagainya.

Berikut aliran-aliran dalam filsafat pendidikan:

1. Filsafat Pendidikan Idealisme memandang bahwa realitas akhir adalah roh, bukan materi, bukan fisik. Pengetahuan yang diperoleh melaui panca indera adalah tidak pasti dan tidak lengkap. Aliran ini memandang nilai adalah tetap dan tidak berubah, seperti apa yang dikatakan baik, benar, cantik, buruk secara fundamental tidak berubah dari generasi ke generasi. Tokoh-tokoh dalam aliran ini adalah: Plato, Elea dan Hegel, Emanuael Kant, David Hume, Al Ghazali

2. Filsafat Pendidikan Realisme merupakan filsafat yang memandang realitas secara dualitis. Realisme berpendapat bahwa hakekat realitas ialah terdiri atas dunia fisik dan dunia ruhani. Realisme membagi realitas menjadi dua bagian, yaitu subjek yang menyadari dan mengetahui di satu pihak dan di pihak lainnya adalah adanya realita di luar manusia, yang dapat dijadikan objek pengetahuan manusia. Beberapa tokoh yang beraliran realisme: Aristoteles, Johan Amos Comenius, Wiliam Mc Gucken, Francis Bacon, John Locke, Galileo, David Hume, John Stuart Mill.

3. Filsafat Pendidikan Materialisme berpandangan bahwa hakikat realisme adalah materi, bukan rohani, spiritual atau supernatural. Beberapa tokoh yang beraliran materialisme: Demokritos, Ludwig Feurbach


4. Filsafat Pendidikan Pragmatisme dipandang sebagai filsafat Amerika asli. Namun sebenarnya berpangkal pada filsafat empirisme Inggris, yang berpendapat bahwa manusia dapat mengetahui apa yang manusia alami. Beberapa tokoh yang menganut filsafat ini adalah: Charles sandre Peirce, wiliam James, John Dewey, Heracleitos.


5. Filsafat Pendidikan Eksistensialisme memfokuskan pada pengalaman-pengalaman individu. Secara umum, eksistensialisme menekankn pilihan kreatif, subjektifitas pengalaman manusia dan tindakan kongkrit dari keberadaan manusia atas setiap skema rasional untuk hakekat manusia atau realitas. Beberapa tokoh dalam aliran ini: Jean Paul Satre, Soren Kierkegaard, Martin Buber, Martin Heidegger, Karl Jasper, Gabril Marcel, Paul Tillich


6. Filsafat Pendidikan Progresivisme bukan merupakan bangunan filsafat atau aliran filsafat yang berdiri sendiri, melainkan merupakan suatu gerakan dan perkumpulan yang didirikan pada tahun 1918. Aliran ini berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada masa kini mungkin tidak benar di masa mendatang. Pendidikan harus terpusat pada anak bukannya memfokuskan pada guru atau bidang muatan. Beberapa tokoh dalam aliran ini : George Axtelle, william O. Stanley, Ernest Bayley, Lawrence B.Thomas, Frederick C. Neff


7. Filsafat Pendidikan esensialisme Esensialisme adalah suatu filsafat pendidikan konservatif yang pada mulanya dirumuskan sebagai suatu kritik pada trend-trend progresif di sekolah-sekolah. Mereka berpendapat bahwa pergerakan progresif telah merusak standar-standar intelektual dan moral di antara kaum muda. Beberapa tokoh dalam aliran ini: william C. Bagley, Thomas Briggs, Frederick Breed dan Isac L. Kandell.


8. Filsafat Pendidikan Perenialisme Merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad kedua puluh. Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Mereka menentang pandangan progresivisme yang menekankan perubahan dan sesuatu yang baru. Perenialisme memandang situasi dunia dewasa ini penuh kekacauan, ketidakpastian, dan ketidakteraturan, terutama dalam kehidupan moral, intelektual dan sosio kultual. Oleh karena itu perlu ada usaha untuk mengamankan ketidakberesan tersebut, yaitu dengan jalan menggunakan kembali nilai-nilai atau prinsip-prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup yang kukuh, kuat dan teruji. Beberapa tokoh pendukung gagasan ini adalah: Robert Maynard Hutchins dan ortimer Adler.


9. Filsafat Pendidikan rekonstruksionisme merupakan kelanjutan dari gerakan progresivisme. Gerakan ini lahir didasarkan atas suatu anggapan bahwa kaum progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan masalah-masalah masyarakat yang ada sekarang. Rekonstruksionisme dipelopori oleh George Count dan Harold Rugg pada tahun 1930, ingin membangun masyarakat baru, masyarakat yang pantas dan adil. Beberapa tokoh dalam aliran ini:Caroline Pratt, George Count, Harold Rugg.


Fenomena ”Hidup Lebih Maju”

Setiap orang, pasti menginginkan hidup bahagia. Salah satu diantaranya yakni hidup lebih baik dari sebelumnya atau bisa disebut hidup lebih maju. Hidup maju tersebut didukung atau dapat diwujudkan melalui pendidikan. Dikaitkan dengan penjelasaan diatas, menurut pendapat saya filsafat pendidikan yang sesuai atau mengarah pada terwujudnya kehidupan yang maju yakni filsafat yang konservatif yang didukung oleh sebuah idealisme, rasionalisme(kenyataan). Itu dikarenakan filsafat pendidikan mengarah pada hasil pemikiran manusia mengenai realitas, pengetahuan, dan nilai seperti yang telah disebutkan diatas.
Jadi, aliran filsafat yang pas dan sesuai dengan pendidikan yang mengarah pada kehidupan yang maju menurut pikiran saya yakni filsafat pendidikan progresivisme (berfokus pada siswanya). Tapi akan lebih baik lagi bila semua filsafat diatas bisa saling melengkapi.

Senin, 07 Februari 2011

REENSI BUKU FILSAFAT (Jujun S. Suriasumantri "Sebuah Pengantar Populer")

Diresensi oleh :
MUSHYANUR, S.Pd

IDENTITAS BUKU



FILSAFAT ILMU
Sebuah Pengantar Populer


Oleh : Jujun S. Suriasumantri
Dengan Kata Pengantar : Andi Hakim Nasution


ISBN 978-979-416-899-8
84 UM 02


Disain sampul : Natasa T



Hak Cipta dilindungi Undang-undang
Diterbitkan oleh Pustaka Sinar Harapan,
Anggota IKAPI Jakarta



BIOGRAFI PENULIS

JUJUN SUPARJAN SURIASUMANTRI
Lahir di Tasikmalaya tanggal 9 April 1940. Setelah melalui pendidikan SD V, SMP III dan SMA II yang semuanya berada di Bandung, kemudian melanjutkan ke Institut Pertanian Bogor (IPB), dan lulus dalam tahun 1969. Selama menjadi mahasiswa aktif dalam berbagai kegiatan nonkeilmuan seperti ketua teater, sutrdara drama, ketua MAPRAM IPB, dirigen orkes angklung IPB dan aksi-aksi mahasiswa. Pada tahun 1971 melanjutkan studi ke Harvard University dengan beasiswa Unesco dan lulus sebagai doctor dalam Perencanaan Pendidikan dengan spesialisasi system analisis dan PPBS dalam tahu 1975.
Pengalaman dalam pekerjaan antara lain sebagai teaching assistant (1972) dan research assistant (1973) di Harvard University, dosen tataniaga (1969-1971) dan manajemen (1975-1980) di IPB, staf ahli pada Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan (BP3K) Departemen P dan K (1975-1980) dan pernah menjabat sebagai Sekretaris Eksekutif Panitia Penyusunan Rencana Strategi (1976) dan Repelita – II (1976-1978) Depdikbud, anggota Kelompok Kerja bidang Kebudayaan Mendikbud (1984), anggota kelompok kerja Pengumpulan Materi GBHN 1988, Dewan Pertahanan Keamanan Nasional (1985) serta dosen Metodologi Penelitian di Sekolah (sejak 1981) dan Lemhannas (sejak . 1982). Sekarang menjabat sebagai Pembantu Rektor bidang Akademik dan Ketua Program dokto Fakultas Pascasarjana IKIP Jakarta.
Buku yang telah diterbitkan adalah ilmu dalam perspektif (Jakarta: Gramedia, 1978), System Thinking (Bandung: Binacipta, 1981) dan A Lesson from Experience (Bandung : Binacipta, 1984). Keanggotaan professional teramsuk Operations research Society of America (ORSA), Phideta Kappa, International Society of Educational Planner, the institute of management Science dan Himpunan Indonesia untuk Pengembangan Ilmu-ilmu social.
Menikah dengan Nina Dachliana dan berputra Donni Iqbal Suriasumatri.



Dengan kecintaan yang sama
Kutulis sajak-sajak
Bagi profesor-profesor metafisika

Seperti kesungguhan
Membualkannya

Pada seorang kanak-kanak..........


(Jujun S. Suriasumantri, ”A Gift of Love”,
Alma Mater, majalah Keluarga Mahasiswa
IPB, Nomor 6, April 1970.


Dalam buku yang ditulis Jujun Suparjan Suriasumantri ini, ia menujukan kepada :

Profesor Arthur Smitheis (Harvard University) dan
Donnial Iqbal Suriasumantri (Taman Kanak-Kanak Bhakti Idhata, Cilandak Kebayoran Baru, Jakarta).


I
KE ARAH PEMIKIRAN FILSAFAT


Pada bagian ini dijelaskan bahwa seorang yang berfilsafat dapat diumpamakan seorang yang berpijak di bumi sedang tengadah ke bintang-bintang. Dia ingin mengetahui hakikat dirinya dalam kesemestaan galaksi. Atau seorang yang berdiri dipuncak tinggi, memandang ke ngarai dan lembah di bawahnya. Dia ingin menimak kehadirannya dengan kesemestaan yang ditatapnya. Karakteristik berfikir filsafat adalah bersifat menyeluruh. Seorang ilmuwan tidak puas lagi mengenal ilmu hanya dari segi pandang ilmu itu sendiri. Dia ingin melihat hakikat ilmu dalam kontelasi pengetahuan lainnya. Dia ingin tahu kaitan ilmu dengan moral,. Kaitan ilmu dengan agama. Dia ingin yakin apakah ilmu itu membawa kebahagiaan kepada dirinya.

Sering kita melihat ilmuwan yang picik. Ahli fisika nuklir memandang rendah kepada ahli ilmu sosial. Lulusan IPA merasa lebih tinggi daripada lulusan IPS. Atau lebih sedih lagi, seorang ilmuwan memandang rendah kepada pengetahuan lain. Mereka meremehkan moral, agama, dan nilai estetika. Mereka, p;ara ahli yang berada di bawah tempurung disiplin ilmunya masing-masing, sebaiknya tengadah ke bintang-bintang dan tercengang : Loh, kok masih ada langit di luar tempurung kita. Lalu kita pun menyadari kebodohan kita sendiri. Yang kita tahu simpul sokrates, ialah bahwa saya tidak tahu apa-apa!

Kerendahan hatian Sokrates ini bukanlah verbalisme yang hanya sekedar basa-basi. Seorang yang berfikir filsafati bukan hanya tengadah ke bintang-bintang tapi ia juga membongkar tempat berpijak secara fundamental. Inilah karakteristik berfikir fils afati yang kedua yaitu bersifat mendasar. Dia tidak lagi percaya bahwa ilmu itu benar mengapa ilmu dapat disebut benar ? bagaimana proses penilaian berdasarkan kriteria tersebut dilakukan ? apaka kriteria sendiri itu benar ? Lalu benar itu sendiri apa? Seperti sebuah lingkaran maka pertanyaan itu melingkar. Dan menyusur sebuah lingkaran, kita harus memulai dari satu titik, yang awal dan pun yang sekaligus akhir. Lalu bagaimana menentukan tiitik awal yang benar?

Filsafat, menjamin pemikirankan Will durant, dapat diibaratkan pasukan marinir yang merebut pantai untuk pendaratan pasukan infantreri. Pasukan infanteri ini aadalah sebagai petahuan yang di antara-nya adalah ilmu. Filsafatlah yang mmenagkan tempat barpijak elah bagi kegiatan keilmuan. Setelah itu ilmulah yang membelah gunung dan merambah hutan, menyempurnakan kemenangan ini menjadi pengetahuan yang dapat diandalkan. Setelah penyerahan dilakukan maka filsafat pun pergi. Dia kembali menjelajah lat lepas.; berspekulasidan meneratas. Seorang yang skeptis akan berkate: sudah lebih dari dua ribu tahun orang berfilsafat namun selangkah pun dia tidak maju. Sepintas lalu kelihatanya memang demikian, dan kesalah pahaman ini dapat segera dihilangkan , sekiranya kita sadar bahwa filsafat adalah marinir yang merupakan ponir, bukan pengetahuan yang bersifat memerinci.Filsafat menyerahkan daerah yang pengembanganya bermula sebagai filsafat. Issac Newton (1642-1627) menulis hukum-hukum filsafatnya sebagai philosophae Naturalis Principia Mathematica (1686) dan Adam smith (1723-1790) bapak ilmu ekonomi menulis buku The wealth of Nations (1776) dalam fungsinya sebagai professor of moral philoshopy di Universitas Glasgow.

Nama asal fisika adalah filsafat alam (natural phisolophy) dan nama asal ekonomi adalah filsafat moral (moral philosophy). Dalam perkembangan filsafat menjadi ilmu terjadi peralihan. Dalam taraf peraliha ini maka bidang penjelajahan filsafat ini menjadi lebih sempit. Tidak lagi menyeluruh melainkan sektoral. Di sini orang tidak lagi mempermasalahkan moral secara keseluruhan bahkan dikaitkan dengan kegiatan manusia dalam memenuhi kebutuhan kehidupannya dan kemudian berkembang menjadi ilmu ekonomi. Walaupun demikian dalam taraf ini secara konseptual ilmu masih mendasarkan kepada norma-norma filsafat. Upamanya ekonomi masih merupakan penerapan etika (applied ethic) dalam kehidupan manusia dalam memenuhi hidupnya. Metode yang dipakai adalah normatif dan deduktif berdasarkan asas- asas moral yang filsafati.

Selaras dengan dasarnya yang spekulatif, maka dia menelaah segala masalah yang mungkin dapat dipikirkan oleh manusia. Sesuai dengan fungsinya sebagai pioni dia mempermasalahkan hal-hal yang pokok : terjawab masalah yang satu, dia pun mula merambah dengan pertanyaan lain. Pokok permasalahan yang dikaji filsafat mencakup tiga segi yakni apa yang disebut benar dan apa yang disebut salah (logka), mana yang dianggap baik dan mana yang dianggap buruk (etika), serta apa yang termasuk indah dan apa yang termasuk jelek (estetika). Ketiga cabang filsafat ini bertambah lagi yakni, pertama, teori tentang ada : tentang hakekat keberadaan zat, tentang hakikat pikiran serta kaitan antara zat dan pikiran yang semuanya terangkum dalam metafisika; dan, kedua, poloitik : yakni kajian mengenai organisasi sosial/ pemerintahan yang ideal. Kelima cabang utama ini kemudian berkembang lagi menjadi cabang-cabang filsafat yang mempunyai bidang kajian yang lebih spesifik di antaranya filsafat ilmu. Cabang-cabang filsafat tersebut antara lain mencakup :
(1) Epsitemologi (Filsafat Pengetahuan)
(2) Etika (Filsafat Moral)
(3) Estetika (Filsafat Seni)
(4) Metafisika
(5) Politik (Filsafat Pemerintahan)
(6) Filsafat Agama
(7) Filsafat Ilmu
(8) Filsafat Pendidikan
(9) Filsafat Hukum
(10) Filsafat Sejarah
(11) Filsafat Metematika


II
DASAR – DASAR PENGETAHUN


Dijelaskan bahwa dasar-dasar pengetahuan yaitu :

PENALARAN
Penalaran merupakan suatu proses berfikir dalam menarik sesuatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Manusia pada hakikatnya merupakan makhluk yang berikir, merasa, bersikap, dan bertindak. Sikap dan tindakannya yang bersumber dari pengetahuan yang didaptkan lewat merasa atau berpikir. Penalaran menghasilkan pengetahuan dikaitkan dengan kegiatan berpikir dan bukan dengan perasaan, meskipun dikatakan pascal, hatipun memliki logika tersendiri.
Berpikir merupakan suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan yang benar. Apa yang disebut benar bagi tiap orang adalah tidak sama oleh sebab itu kegiatan proses berpikir untuk menghasilakn pengetahuan yang benar itu pun juga berbeda-beda. Dapat dikatakan bahwa tiap jalan pikiran mempunyai apa yang disebut sebagai kriteria kebenaran, dan kriteria kebenaran ini merupakan landasan bagi proses peemuan kebenaran tersebut. Penalaran merupakan suatu proses penemuan kebenaran di mana tiap-tiap jenis penalaran mempunyai kriteria kebenarannya masing-masing.





Defenisi
Kemampuan menalar menyebabkan manusia mampu mengembangkan pengetahuan yang merupakan rahasia kekuasaan-kekuasaannya. Secara simbolik manusia memakan buah pengetahuan lewat Adam dan Hawa, dan setelah itu manusia harus hidup berbekal pengetahuannya itu. Dia mengetahui apa yang benar dan apa yang salah, mana yang baik dan mana yang buruk, serta mana yang indah dan mana yang jelek. Secara terus menerus dia selalu hidup dalam pilihan.
Manusia adalah satu-satunya mahluk yang mengembangkan pengetahuan ini sungguh-sungguh. Binatang juga mempunyai pengetahuan, namun pengetahuan ini terbatas untuk kelangsungan hidupnya. Manusia mengembangkan pengetahuannya mengatasi kebutuhan-kebutuhan kelangsungan hidup ini. Dan memikirkan hal-hal baru, menjelajah ufuk baru, karena dia hidup bukan sekedar untuk kelangsungan hidupnya, namun lebih dari pada itu. Manusia mengembangkan kebudayaan; memberi makna bagi kehidupan; manusia memanusiakan” diri dalam dalam hidupnya. Intinya adalah manusia di dalam hidupnya mempunyai tujuan tertentu yang lebih tinggi dari sekedar kelangsungan hidupnya. Inilah yang membuat manusia mengembangkan pengetahuannya dan pengetahuan ini mendorong manusia menjadi makhluk yang bersifat khas.
Pengetahuan ini mampu dikembangkan manusia disebabkan oleh dua hal utama;
a. Bahasa; manusia mempunyai bahasa yang mampu mengkomunikasikan informasi dan jalan pikiran yang melatar belakangi informasi tersebut.
b. Kemampuan berpikir menurut suatu alur kerangka berpikir tertentu. Secara garis besar cara berpikir seperti ini disebut penalaran.
Dua kelebihan inilah yang memungkinkan manusia mengembangkan pengetahuannya yakni bahasa yang bersifat komunikatif dan pikiran yang mampu menalar.

Hakikat Penalaran
Penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam menarik sesuatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Manusia pada hakikatnya merupakan mahluk yang berpikir, merasa, bersikap, dan bertindak. Sikap dan tindakan yang bersumber pada pengetahuan yang didapatkan lewat kegiatan merasa atau berpikir. Penalaran menghasilkan pengetahuan yang dikaitkan dengan kegiatan merasa atau berpikir. Penalaran menghasilkan pengetahuan yang dikaitkan dengan kegiatan berpikir dan bukan dengan perasaan. Berpikir merupakan suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan yang benar. Apa yang disebut benar bagi tiap orang adalah tidak sama oleh sebab itu kegiatan proses berpikir untuk menghasilkan pengetahuan yang benar itupun berbeda-beda dapat dikatakan bahwa tiap jalan pikiran mempunyai apa yang disebut sebagai kriteria kebenaran, dan kriteria kebenaran ini merupakan landasan bagi proses kebenaran tersebut. Penalaran merupakan suatu proses penemuan kebenaran di mana tiap-tiap jenis penalaran mempunyai kriteria kebenaran masing-masing.
Sebagai suatu kegiatan berpikir maka penalaran mempunyai ciri-ciri tertentu. Ciri yang pertama ialah adanya suatu pola berpikir yang secara luas dapat disebut logika, dan tiap penalaran mempunyai logika tersendiri atau dapat juga disimpulkan bahwa kegiatan penalaran merupakan suatu kegiatan berpikir logis, dimana berpikir logis di sini harus diartikan sebagai kegiatan berpikir menurut suatu pola tertentu atau logika tertentu. Ciri yang kedua dari penalaran adalah sifat analitik dari proses berpikirnya. Penalaran merupakan suatu kegiatan berpikir yang menyandarkan diri kepada suatu analisis dan kerangka berpikir yang digunakan untuk analisis tersebut adalah logika penalaran yang bersangkutan. Artinya penalaran ilmiah merupakan kegiatan analisis yang mempergunakan logika ilmiah, dan demikian juga penalaran lainnya yang mempergunakan logikanya tersendiri. Sifat analitik ini merupakan konsekuensi dari suatu pola berpikir tertentu.

LOGIKA
Penalaran merupakan suatu proses berpikir yang membuahkan pengetahuan. Agar pengetahuan yang dihasilkan penalaran itu mempunyai dasar kebenaran maka proses berpikir ituharus dilakukan cara tertentu. Suatu penarikan kesimpulan baru dianggap sahih (valid) kalau proses penarikan kesimpulan tersebut dilakukan menurut cara. Cara penarikan kesimpulan ini disebut logika, di mana logika secara luas dapat didefenisikan sebagai “pengkajian untuk berpikir secara sahih.”1 Terdapat bermacam-macam cara penarikan kesimpulan, namun untuk sesuai dengan dengan tujuan studi yang memusatkan diri kepada penalaran maka hanya difokuskan kepada dua jenis penarikan kesimpulan, yakni logika induktif dan logika deduktif. Logika induktif erat hubungannya dengan penarikan kesimpulan dari kasus-kasus individual nyata menjadi kesimpulan bersifat umum. Sedangkan logika deduktif, menarik kesimpulan dari hal yang bersifat umu menjadi kasus yang bersifat individual (khusus).



a. Induksi
Induksi merupakan cara berpikir di mana ditarik dari suatau kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individu. Penalaran secara induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan yang bersifat khas dan dan terbatas dalam menyusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum. Kesimpulan yang bersifat umum ini penting artinya karena mempunyai dua keuntungan.
• Bersifat ekonomis.
• Dimungkinkannya proses penalaran selanjutnya.

b. Deduksi
Penalaran deduktif adalah kegiatan berpikir yang sebalikny dari penalaran induktif. Deduksi adalah cara berpikir dimana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya menggunakan pola berpikir yang dinamakan silogismus. Silogismus disusun dari dua buah pertanyaan dan satu kesimpulan. Pernyataan yang mendukung silogismus ini disebut premis yang kemudian dapat dibedakan sebagai premis mayor dan premis minor. Kesimpulan merupakan pengetahuan yang didapat dari penalaran deduktif berdasarkan kedua premis tersebut. Jadi ketepatan penarikan kesimpulan tergantung pada tiga hal yakni kebenaran premis mayor, kebenaran premis minor, dan keabsahan penarikan kesimpulan. Sekiranya salah satu dari ketiga unsur tersebut persyaratannya tidak dipenuhi maka kesimpulan yang akan ditariknya akan salah. Matematika adalah pengetahuan yang disusun secara deduktif.

SUMBER PENGETAHUAN
Kebenaran adalah pernyataan tanpa ragu! Baik logika deduktif maupun logika induktif, dalam proses penalarannya, mempergunakan premis-premis yang berupa pengetahuan yang dianggapnya benar. Kenyataan
ini membawa kita kepada pertanyaan; bagaimana kita mendapatkan pengetahuan yang benar itu? Pada dasarnya terdapat dua cara pokok bagi manusia untuk mendapatkan pengetahuan yang benar. Yang pertama adalah mendasarkan diri kepada rasio dan yang kedua mendasarkan diri kepada pengalaman. Kaum rasionalis mendasarkan diri kepada rasio dan kaum empirisme mendasarkan diri kepada pengalaman. Kaum rasionalis mempergunakan metode deduktif dalam menyusun pengetahuannya. Premis yang dipakai dalam penalarannya didapatkan dari ide yang dianggapnya jelas dan dapat diterima. Ide ini menurut mereka bukanlah ciptaan pikiran manusia. Prinsip itu sendiri sudah ada jauh sebelum manusia memikirkannya. Paham ini dikenal dengan nama idealisme. Fungsi pikiran manusia hanyalah mengenali prinsip tersebut yang lalu menjadi pengetahuannya. Prinsip itu sendiri sudah ada dan bersifat apriori dan dapat diketahui manusia lewat kemampuan berpikir rasionalnya. Pengalaman tidaklah membuahkan prinsip justru sebaliknya, hanya dengan mengetahui prinsip yang didapat lewat penalaran rasionil itulah maka kita dapat mengerti kejadian-kejadian yang berlaku dalam alam sekitar kita. Secara singkat dapat dikatakan bahwa ide bagi kaum rasionalis adalah bersifat apriori
dan pengalaman yang didapatkan manusia lewat penalaran rasional. Berlainan dengan kaum rasionalis maka kaum empiris berpendapat bahwa pengetahuan manusia itu bukan didapatkan lewat penalaran yang abstrak namun lewat penalaran yang konkret dan dapat dinyatakan lewat tangkapan panca indra.
Disamping rasionalisme dan empirisme masih terdapat cara untuk mendapatkan pengetahuan yang lain. Yang penting untuk kita ketahui adalah intuisi dan wahyu. Sampai sejauh ini, pengetahuan yang didapatkan secara rasional dan empiris, kedua-duanya merupakan induk produk dari sebauh rangkaian penalaran. Intuisi merupakan pengetahuan yang didapatkan tanpa melalui proses penalaran tertentu. Seseorang yang sedang terpusat pemikirannya pada suatu masalah tiba-tiba mendapat jawaban atas permasalah tersebut. Tanpa melaui proses berliku-liku dia sudah mendapatkan jawabannya.. intuisi juga bisa bekerja dalam keadaan tidak sepenuhnya sadar, artinya jawaban atas suatu permasalahan ditemukan jawabannya tidak pada saat sesorang
itu secara sadar sedang menggelutinya. Intuisi bersifat personal dan tidak bisa diramalkan. Sebagai dasar untuk menyusun pengetahuan secara teratur maka intuisi ini tidak dapat diandalkan. Pengetahuan inuitif dapat digunakan sebagai hipotesa bagi analisis selanjutnya dalam menentukan benar atau tidaknya suatu penalaran.
Wahyu merupakan pengetahuan yang disampaikan oleh Tuhan kepada manusia. Pengetahuan ini disalurkan lewat nabi-nabi yang diutusnya sepanjang zaman. Agama merupakan pengetahuan bukan saja mengenai kehidupan sekarang yang terjangkau pengalaman, namun juga mencakup masalah yang bersifat transedental kepercayaan kepada Tuhan yang merupakan sumber pengetahuan, kepercayaan kepada nabi sebagai suatu pengantara dan kepercayaan
terhadap suatu wahyu sebagai cara penyampaian merupakan titik dasar dari penyusunan pengetahuan ini.. kepercayaan merupakan titik tolak dalam agama. Suatau pernyataan harus dipercaya dulu baru bisa diterima. Dan pernyataan ini bisa saja dikaji lewat metode lain. Secara rasional bisa dikaji umpamanya apakah pernyataan-pernyataan yang terkandung didalamnya konsisten atau tidak.di pihak lain secara empiris bisa dikumpulkan fakta-fakta yang mendukung pernyataan tersebut.

KRITERIA KEBENARAN
Tidak semua manusia mempunyai persyaratan yang sama terhadap apa yang dianggapnya benar. Oleh sebab itu ada beberapa teori yang dicetuskan dalam melihat kriteria kebenaran. Yang pertama adalah teori koherensi. Teori ini merupakan menyatakan bahwa pernyataan dan kesimpulan yang ditarik harus konsinten dengan pernyataan dan kesimpulan terdahulu yang dianggap benar. Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa berdsarkan teori koherensi suatu pernyatan dianggap benar bila pernyataan tersebut bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Matematika adalah bentuk pengetahuan yang penyusunannya dilakukan pembuktian berdsarkan teori koheren. Paham lain adalah kebenaran yang didasarkan pada teori korespondensi. Bagi penganut teori korespondensi, suatu pernyataan adalah benar jika materi pengetahuan yang dikandung pernyataan itu berkorespondensi (berhubungan) dengan obyek yang dituju oleh pernyataan tersebut. Maksudnya jika seseorang menyatakan bahwa “ ibukota republik Indonesia adalah Jakarta” maka pernyataan itu adalah benar sebab pernyataan itu dengan obyek yang bersifat factual yakni Jakarta memang ibukota republik Indonesia.
Teori Pragmatis dicetuskan oleh Charles S. Peirce (1839-1924) dalam sebuah makalah yang terbit tahun 1878 yang berjudul “How to make Our Ideas Clear.” Teori ini kemudian dikembangkan oleh para filsuf
Amerika. Bagi seorang pragmatis, kebenaran suatau pernyataan diukur dengan kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungisional dalam kehidupan praktis. Artinya, suatu pernyataan adalah benar, jika pernyataan itu atau konsekuensi dari pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis dalam kehidupan umat manusia. Kaum pragmatis berpaling kepada metode ilmiah sebagai metode untuk mencari pengetahuan tentang alam ini yang dianggapnya fungisional dan berguna dalam menafsirkan gejala-gejala alamiah. Kriteria pragmatisme ini juga dipergunakan oleh ilmuwan dalam menentukan kebenaran dilihat dari perspektif waktu.



III
ONTOLOGI : HAKIKAT APA YANG DIKAJI



Pada bagian ini telah dijelaskan :

METAFISIKA
Beberapa Tafsiran Metafisika

Tafsiran yang paling utama yang diberikan manusia terhadap ala mini adalah bahwa terdapat ujud-ujud yang bersifat gaib (super-natural) dan uju-ujud ini lebih tinggi atau lebih berkuasa dibandingkan dengan alam yang nyata. Animisme merupakan aliran kepercayaan yang berdasarkan pemikiran supernatulisme diman manusia percaya bahwa terdapat roh-roh yang bersifat goib yang terdapat pada benda-benda seperti batu, phon dan air terjun. Animisme ini merupakan kepercayaan yang paling tua umurnya dalam sejarah perkembangan budaya manusia dan masih dipeluk oleh masyarakat di muka bumi.

Sebagai lawan dari supernatulisme, maka terdapat pula paham naturalism yang menolak pendapat bahwa terdapat ujud-ujud yang bersifat super-naturalisme ini. Materialism, yang merupakan paham berdasarkan naturalism ini, berpendapat bahwa gejala-gejala alam tidak disebabkan oleh pengaruh kekuatan yang bersifat gaib, melainkan oleh kekuatan yang terdapat dalam alam itu sendiri, yang dapat dipelajari dan dengan demikian dapat kita ketahui.

Perinsip-perinsip materialism ini dikembangkan oleh Democritos (460-370 S.M). Dia mengembangkan materi tentang atom yang dipelajarinya dari gurunya Leucippus. 2). Bagi Democritos unsure dasar dari ala mini adalah atom.

ASUMSI
Salah satu permasalah didalam dunia filsafat yang menjadi perenungan para filsuf adalah masalah gejala alam. Mereka menduga-duga apakah gejala dalam alam ini tunduk kepada determinisme, yakni hukum alam
yang bersifat universal, ataukah hukum semacam itu tidak terdapat sebab setiap gejala merupakan pilihan bebas, ataukah keumuman itu memang ada namun berupa peluang, sekedar tangkapan probabilistik? Ketiga masalah ini yakni determinisme, pilihan bebas dan probabilistik merupakan permasalahan filasafati yang rumit namun menarik.. tanpa mengenal ketiga aspek ini, serta bagaimana ilmu sampai pada pemecahan masalah yang merupakan kompromi, akan sukar bagi kita untuk mengenal hakikat keilmuan dengan baik. Jadi, marilah kita asumsikan saja bahwa hukum yang mengatur berbagai kejadian itu memang ada, sebab tanpa asumsi ini maka semua pembicaraan akan sia-sia. Hukum disini diartikan sebagai suatu aturan main atau pola kejadian yang diikuti oleh sebagian besar peserta, gejalanya berulangkali dapat diamati yang tiap kali memberikan hasil yang sama, yang dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa hukum seperti itu
berlaku kapan saja dan dimana saja. Paham determinisme dikembangkan oleh William Hamilton (1788-1856) dari doktrin Thomas Hobbes (1588-1679) yang menyimpulkan bahwa pengetahuan adalah bersifat empiris yang dicerminkan oleh zat dan gerak universal. Aliran filsafat ini merupakan lawan dari paham fatalisme yang berpendapat bahwa segala kejadian ditentukan oleh nasib yang telah ditetapkan lebih dahulu. Demikian juga paham determinisme ini bertentangan dengan penganut pilihan bebas yang mentyatakan bahwa semua manusia mempunyai kebebasan dalam menentukan pilihannya tidak terikat kepada hokum alam yang tidak memberikan pilihan alternatif. Untuk meletakkan ilmu dalam perspektif filsafat ini marilah kita bertanya kepada diri sendiri apakah yang sebenarnya yang ingin dipelajari ilmu. Apakah ilmu ingin mempelajari hukum kejadian yang berlaku bagi seluruh manusia seperti yang dicoba dijangkau dalam ilmu-ilmu sosial, ataukah cukup yang berlaku bagi sebagian besar dari mereka ? Atau bahkan mungkin kita tidak mempelajari hal-hal yang berlaku umum melainkan cukup mengenai tiap individu belaka?

Konsekuensi dari pilihan adalah jelas, sebab sekiranya kita memilih hukum dari kejadian yang berlaku bagi seluruh manusia, maka kita harus bertolak dari paham determinisme. Sekiranya kita memilih hukum kejadian yang bersifat khas bagi tiap individu manusia maka kita berpaling kepada paham pilihan bebas. Sedangkan posisi tengah yang terletak di antara keduanya mengantarkan kita kepada paham yang bersifat probabilistik. Sebelum kita menentukan pilihan marilah kita merenung sejenak dan berfilsafat. Sekiranya ilmu ingin menghasilkan hukum yang kebenarannya bersifat mutlak maka apakah tujuan ini cukup realitas untuk dicapai ilmu? Sekiranya Ilmu ingin menghasilkan hukum yang kebenarannya bersifat mutlak maka apakah tujuan ini cukup realistis untuk dicapai ilmu? Mungkin kalau sasaran ini yang dibidik ilmu maka khasanah pengetahuan ilmiah hanya terdiri dari beberapa gelintir pernyataan yang bersifat universal saja. Demikian juga, sekiranya sifat universal semacam ini disyaratkan ilmu bagaimana kita dapat memenuhinya, disebabkan kemampuan manusia yang tidak mungkin mengalami semua kejadian. Namun para ilmuwan memberi suatu kompromi, artinya ilmu merupakan pengetahuan yang berfungsi
membantu manusia dalam memecahkan kehidupan praktis sehari-hari, dan tidak perlu memiliki kemutlakan seperti agama yang berfungsi memberikan pedoman terhadap hal-hal yang paling hakiki dalam kehidupan ini. Walaupun demikian sampai tahap tertentu ilmu perlu memiliki keabsahan dalam melakukan generalisasi, sebab pengetahuan yang bersifat personal dan individual seperti upaya seni, tidaklah bersifat praktis. Jadi diantara kutub determinisme dan pilihan bebas ilmu menjatuhkan pilihannya terhadap penafsiran probabilistik.

PELUANG
Peluang secara sederhana diartikan sebagai probabilitas. Peluang 0.8 secara sederhana dapat diartikan bahwa probabilitas untuk suatu kejadian tertentu adalah 8 dari 10 (yang merupakan kepastian). Dari sudut keilmuan hal tersebut memberikan suatu penjelasan bahwa ilmu tidak pernah ingin dan tidak pernah berpretensi untuk mendapatkan pengetahuan yang bersifat mutlak. Tetapi ilmu memberikan pengetahuan sebagai dasar bagi manusia untuk mengambil keputusan, dimana keputusan itu harus didasarkan kepada kesimpulan ilmiah yang bersifat relatif. Dengan demikan maka kata akhir dari suatu keputusan terletak ditangan manusia pengambil keputusan itu dan bukan pada teori-teori keilmuan.






BEBERAPA ASUMSI DALAM ILMU
Ilmu yang paling termasuk paling maju dibandingkan dengan ilmu lain adalah fisika. Fisika merupakan ilmu teoritis yang dibangun di atas sistem penalaran deduktif yang meyakinkan serta pembuaktian induktif yang
mengesankan. Namun sering dilupakan orang bahwa fisika pun belum merupakan suatu kesatuan konsep yang utuh. Artinya fisika belum merupakan pengetahuan ilmiah yang tersusun secara semantik, sistematik, konsisten dan analitik berdasarkan pernyataan-pernyataan ilmiah yang disepakati bersama. Di mana terdapat celahcelah perbedaan dalam fisika? Perbedaannya justru terletak dalam fondasi dimana dibangun teori ilmiah diatasnya yakni dalam asumsi tentang dunia fisiknya. Begitu juga sebaliknya dengan ilmu-ilmu lain yang juga termasuk
ilmu-ilmu sosial.

Kemudian pertanyaan yang muncul dari pernyataan diatas adalah apakah kita perlu membuat kotakkotak dan pembatasan dalam bentuk asumsi yang kian sempit? Jawabannya adalah sederhana sekali; sekiranya
ilmu ingin mendapatkan pengetahuan yang bersifat analitis, yang mampu menjelaskan berbagai kaitan dalam gejala yang tertangguk dalam pengalaman manusia, maka pembatasan ini adalah perlu. Suatu permasalahan kehidupan manusia seperti membangun pemukiman Jabotabek, tidak bisa dianalisis secara cermat dan seksama oleh hanya satu disiplin ilmu saja. Masalah yang rumit ini , seperti juga rumitnya kehidupan yang dihadapi manusia, harus dilihat sepotong demi sepotong dan selangkah demi selangkah. Berbagai displin keilmuan , dengan asumsinya masing-masing tentang manusia mencoba mendekati permasalahan tersebut. Ilmu-ilmu ini bersfat otonom dalam bidang pengkajiannya masing-masing dan “berfederasi” dalam suatu pendekatan
multidispliner. (Jadi bukan “fusi” dengan penggabungan asumsi yang kacau balau). Dalam mengembangkan asumsi ini maka harus diperhatikan beberapa hal:
1. Asumsi ini harus relevan dengan bidang dan tujuan pengkajian displin keilmuan. Asumsi ini harus oprasional dan merupakan dasar dari pengkajian teoritis.
2. Asumsi ini harus disimpulkan dari “keadaan sebagaimana adanya ‘bukan’ bagaimana keadaan yang
seharusnya.” Asumsi yang pertama adalah asumsi yang mendasari telaah ilmiah, sedangkan asumsi kedua adalah asumsi yang mendasari telaah moral Seorang ilmuwan harus benar-benar mengenal asumsi yang dipergunakan dalam analisis keilmuannya, sebab mempergunakan asumsi yang berbeda, maka berarti berbeda pula konsep pemikiran yang digunakan. Sering kita jumpai bahwa asumsi yang melandasi suatu kajian keilmuan tidak bersifat tersurat melainkan tersirat. Asumsi yang tersirat ini kadang-kadang menyesatkan, sebab selalu terdapat kemungkinan bahwa kita berbeda penafsiran tentang sesuatu yang tidak dinyatakan, oleh karena itu maka untuk pengkajian ilmiah yang lugas
lebih baik dipergunakan asumsi yang tegas. Sesuatu yang belum tersurat dianggap belum diketahui atau belum mendapat kesamaan pendapat. Pernyataan semacam ini jelas tidak akan ada ruginya, sebab sekiranya kemudian ternyata asumsinya adalah cocok maka kita tinggal memberikan informasi, sedangkan jika ternyata mempunyai asumsi yang berbeda maka dapat diusahakan pemecahannya.





BATAS-BATAS PENJELAJAHAN ILMU
Apakah batas yang merupakan lingkup penjelajahan ilmu? Di manakah ilmu berhenti dan meyerahkan pengkajian selanjutnya kepada pengetahuan lain? Apakah yang menjadi karakteristik obyek ontologi ilmu
yang membedakan ilmu dari pengetahuan-pengetahuan lainnya? Jawab dari semua pertanyaan itu adalah sangat sederhana: ilmu memulai penjelajahannya pada pengalaman manusia dan berhenti pada batas pengalaman manusia. Jadi ilmu tidak mempelajari masalah surga dan neraka dan juga tidak mempelajari sebab musabab kejadian terjadinya manusia, sebab kejadian itu berada di luar jangkauan pengalaman manusia. Mengapa ilmu hanya membatasi daripada hal-hal yang berbeda dalam pengalaman kita? Jawabnya terletak pada fungsi ilmu itu sendiri dalam kehidupan manusia; yakni sebagai alat pembantu manusia dalam
menanggulangi masalah yang dihadapi sehari-hari. Ilmu membatasi lingkup penjelajahannya pada batas pengalaman manusia juga disebabkan metode yang dipergunakan dalam menyusun yang telah teruji kebenarannya secara empiris. Sekiranya ilmu memasukkan daerah di luar batas pengalaman empirisnya, bagaimanakah kita
melakukan suatu kontradiksi yang menghilangkan kesahihan metode ilmiah? Kalau begitu maka sempit sekali batas jelajah ilmu, kata seorang, Cuma sepotong dari sekian permasalahan kehidupan. Memang demikian, jawab filsuf ilmu,bahkan dalam batas pengalaman manusiapun, ilmu hanya berwenang dalam menentukan benar atau salahnya suatu pernyataan. Tentang baik dan buruk, semua berpaling kepada sumber-sumber moral; tentang indah dan jelek semua berpaling kepada pengkajian estetik.




IV
EPISTEMOLOGI : CARA MENDAPATKAN PENGETAHUAN YANG BENAR



JARUM SEJARAH PENGETAHUAN
Pada masyarakat primitif, perbedaan diantara berbagai organisasi kemasyarakatan belum tampak, yang diakibatkan belum adanya pembagian pekerjaan. Seorang ketua suku umpamanya, bisa merangkap
hakim, panglima perang, penghulu yang menikahkan, guru besar atau tukang tenung. Sekali kita menempati status tertentu dalam jenjang masyarakat maka status itu tetap, kemanapun kita pergi, sebab organisasi
kemasyarakatan pada waktu itu, hakikatnya hanya satu. Jadi jika seseorang menjadi ahli maka seterusnya dia akan menjadi ahli. Jadi kriteria kesamaan dan bukan perbedaan yang menjadi konsep dasar pada waktu dulu. Semua menyatu dalam kesatuan yang batas-batasnya kabur dan mengambang. Tidak terdapat jarak yang jelas antara satu obyek dengan obyek yang lain. Antara ujud yang satu dengan ujud yang lain.

Konsep dasar ini baru mengalami perubahan fundamental dengan berkembangnya abad penalaran (The Age of Reason) pada
pertengahan abad XVII.BDengan berkembangnya abad penalaran maka konsep dasar berubah dari kesamaan kepadan pembedaan. Mulailah terdapat pembedaan yang jelas antara berbagai pengetahuan, yang mengakibatkan timbulnya spesialisasi pekerjaan dan konsekuensinya mengubah struktur kemasyarakatan. Pohon pengetahuan dibeda-bedakan paling tidak berdasarkan apa yang diketahui, bagaimana cara mengetahui dan untuk apa pengetahuan itu dipergunakan. Salah satu cabang pengetahuan itu yang berkembang menurut jalannya sendiri adalah ilmu yang berbeda dengan pengetahuan-pengetahuan lainnya terutama dari metodenya. Metode keilmuan adalah jelas sangat berbeda dengan ngelmu yang merupakan paradigma dari Abad Pertengahan. Demikian juga ilmu dapat dibedakan dari apa yang ditelaahnya serta untuk apa ilmu itu dipergunakan. Difrensiasi dalam bidang ilmu cepat terjadi. Secara metafisisk ilmu mulai dipisahkan dengan moral. Berdasarkan obyek yang ditelaah mulai dibedakan ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial. Perbedaan yang makin terperinci ini maka menimbulkan keahlian yang lebih spesifik pula. Makin ciutnya kapling masing-masing displin keilmuan itu bukan tidak menimbulkan masalah, sebab dalam kehidupan nyata seperti pembangunan pemukiman manusia, maka masalah yang dihadapi makin banyak dan makin njelimet. Menghadapi kenyataan ini terdapat lagi orang dengan memutar jam sejarah kembali dengan mengaburkan batas-batas masing-masing displin ilmu. Dengan dalih pendekatan inter-displiner maka berbagai displin keilmuan dikaburkan batas-batasnya, perlahan-lahan menyatu ke dalam kesatuan yang berdifusi.

Pendekatan interdispliner memang merupakan keharusan, namun tidak dengan mengaburkan otonomi masing-masing displin keilmuan yang telah berkembang berdasarkan routenya masing-masing, melainkan dengan menciptakan paradigma baru. Paradigma ini adalah bukan ilmu melainkan sarana berpikir ilmiah seperi logika, matematika, statistika dan bahasa. Setelah perang dunia II muncullah paradigma “konsep sistem” yang diharapkan sebagai alat untuk mengadakan pengakajian bersama antar displin-keilmuan. Jelaslah bahwa pendekatan interdispliner bukan merupakan fusi antara berbagai displin keilmuan yang akan menimbulkan
anarki keilmuan, melainkan suatu federasi yang diikat oleh suatu pendekatan tertentu, dimana tiap displin keilmuan dengan otonominya masing-masing, saling menyumbangkan analisisnya dalam mengkaji objek yang menjadi telahan bersama.

PENGETAHUAN
Pengetahuan merupakan khasanah kekayaan mental yang secara langsung atau tidak langsung turut memperkaya kehidupan kita. Sukar untuk dibayangkan bagaimana kehidupan manusia seandainya pengetahuan itu tidak ada, sebab pengetahuan merupakan merupakan sumber jawaban bagi berbagai pertanyaan yang muncul dalam kehidupan. Tiap jenis pengetahuan pada dasarnya menjawab jenis pertanyaan tertentu yang diajukan. Oleh sebab itu agar kita dapat memanfaatkan segenap pengetahuan kita secara maksimal maka kita harus ketahui jawaban apa saja yang mungkin diberikan oleh suatu pengetahuan tertentu. Atau dengan kata lain, perlu kita ketahui kepada pengetahuan mana suatu pertanyaan tertentu yang harus kita ajukan. Sekiranya kita bertanya “ apakah yang terjadi sesudah manusia mati?”, maka pertanyaan itu tidak bias diajukan kepada ilmu melainkan kepada agama, sebab secara ontologis ilmu membatasi diri kepada pengkajian obyek yang berada dalam lingkup pengalaman manusia, sedangakan agama memasuki pula daerah penjelajahan yang bersifat transedental yang berada diluar pengalaman kita. Ilmu tidak bisa menjawab pertanyaan itu sebab
ilmu dalam tubuh pengetahuan yang disusunnya memang tidak mencakup permasalahan tersebut.




V
SARANA BERPIKIR ILMIAH



Dijelaskan bahwa Tujuan mempelajari sarana bepikir ilmiah:
1. Sarana ilmiah bukan merupakan ilmu dalam pengertian bahwa sarana ilmiah itu merupakan kumpulan pengetahuan yang didapatkan berdasarkan metode ilmu (deduktif dan induktif), sarana berpikir ilmiah tidak menggunkan ini dalam mendapatkan pengetahuannya, melainkan mempunyai metode-metode tersendiri.
2. Tujuan mempelajari sarana ilmiah adalah untuk memungkinkan kita melakukan penelaah ilmiah secara baiik, sarana berpikir ilmiah antara: bahasa logika matematika dan statistic.

Bahasa, manusia dapat berpikir dengan baik karena ada bahasa. Simbol bahasa yang bersifat abstrak memungkinkan manusia untuk memikirkan sesuatu secara berlanjut, bahasa adalah sarana komunikasi. Buah pikiran, perasaan dan sikap, mempunyai fungsi simbolik (komunikasi bahasa ilmiah), emotif (komunikasi estetik), dan ojektif.Bahasa merupakan serangkaian bunyi dan lambang dimana rangkaian bunyi tu membentuk suatu arti tertentu atau rangkaian bunyi=kata (melambangkan satu objek tertentu).
a. Bahasa
Fungsi bahasa secara umum dapat dibagi menjadi 4 bagian yaitu:
1. Alat komunikasi
2. Alat mengekspresikan diri
3. Alat berintegrasi dan beradaptasi social
4. Alat kontrol social.

Dalam filsafat keilmuan fungsi, memikirkan sesuatu dalam benaktanpa dalam objek yang sedang kita pikirkan, membuat manusia berpikir terus menerus dan teratur, mengkomunikasikan apa yang sedang dia pikirkan. Komunikasi ilmniah memberi informasi pengetahuan berbahasa dengan jelas bahwa makna yang
terkandung dalam kata-kata yang digunakan dan diungkapkan secara tersusun (eksplisit) untuk mencegah pemberian makna yang lain. Karya ilmiah: tata bahasa, merupkan alat dalam mempergunakan aspek logis dan kreatif dari pikiran untuk mengungkapkan arti dan emosi dengan mempergunakan aturan-aturan tertentu. Mempunyai gaya penulisan yang pada hakekatnya merupakan usaha untuk mencoba menghindari kecenderumgan yang bersifat emosional bagi kegiatan seni namun merupakan kerugian bagi kegiatan ilmiah.
Beberapa kekurangan bahasa antara lain:
1. Sifat multi fungsi dari bahasa itu sendiri (emotif, ajektif, simbolik).
2. Arti yang tidak jelas dan bebas yang ikandung oleh kata-kata yang membangun bahasa, kadangkadang lingkup rtinya terlalu lemas misalnya cinta, pengelola (usaha kerja sama yang bedominasi).
3. Sifat menjenuh bahasa dapat menimbulkan kekacauan semantic, dimana dua orang berkomunikasi mempergunakan sebuah kata yang sama untuk arti yang berbeda.
4. Konotasi yang bersifat emosional.


b. Matematika
Matemtika berfungsi :
1. Matematika sebagai bahasa: melambangkan serangkaian mkna dari pernyataan yang ingin kita sampaikan.
2. Lambang bersifat “arti fisial” yang baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan kepadanya.
3. Matematika menutupi kekurangan bahasa verbal ( hanya satu arti = x).

Sifat Kuantitatif Dari Matematika
Kelebihan lain dari Matematikamengembangkan bahasa numeric yang memungkinkan kita untuk melakukan pengukuran kuantitatif.
Matematika: Sarana Berpikir Deduktif, yaitu Proses pengambilan kesimpulan yang didasarkan pada premispremis yang kebenarannya sudah ditentukan.


VI
AKSIOLOGI : KEGUNAAN ILMU




Mengalami zaman edan
Kita sulit menentukan sikap
Turut edan tidak tahan
Kalau tidak turut edan
Kita tidak kebagian
Menderita kelaparan
Tapi dengan bimbingan Tuhan
Betapa bahagia merekapun yang lupa
Lebih bahag ia yang ingat serta waspada

(Amenangi jaman edan
Ewuh aya ing pambudi
Melu edan ora Tuhan
Yen tang melu anglakoni
Boya kaduman melik
Kaliren wekasanipun
Dialah kersa Allah
Begja-begjane kang lali
Luwih begja kang eling lan waspada)

Ranggawarsita (1802-1873)



ILMU DAN MORAL
Masalah moral tidak bisa dilepaskan dengan tekad manusia untuk menemukan kebenaran, sebab untuk menemukan kebenaran dan terlebih-lebih lagi untuk mempertahankan kebenaran, diperlukan keberanian moral. Sejarah kemanusiaan dihasi oleh semangat para martir yang rela mengorbankan nyawanya demi untuk mempertahankan apa yang dianggap benar. Peradaban telah menyaksikan Sokrates dipaksa meminum racunan John Huss dibakar. D sejarah tidak berhenti disini : kemanusiaan tidak pernah urung dihalangi untuk menemukan kebenaran. Tanpa landasan moral maka ilmuwan sekali dalam melakukan prostitusi intelektual. Penalaran secara rasional yang telah membawa manusia mencapai harkatnya seperti sekarang ini berganti drengan proses rasionalisasi yang bersifat mendustakan kebenaran. ”Segalanya punya moral”, kata Alice dalam petualangannya di negeri ajaib, ”asalkan kau mampu menemukannya.” (Adakah yang lebih kemerlap dalam gelap; keberanian yang esensial dalam avoktur intelektual.

TANGGUNG JAWAB SOSIAL ILMUWAN
Ilmu merupakan hasil karya perseorangan yang dikomunikasikan dan dikaji secara terbuka oleh masyarakat. Sekiranya hasil-hasil karya itu memenuhi syarat keilmuan maka dia diterima sebagai bagia dari kumpulan ilmu pengetahuan dan digunakan oleh masyarakat tersebut. Atau dengaen perkataan lain, penciptaan ilmu bersifat individual namun komunikasi dan penggunaan ilmu bersifat sosial. Peranan individu inilah yang menonjol dalam kemajuan ilmu di mana penemuan seorang seperti Newton atau Edison dapat mengubah wajah peradaban. Kreativitas individu yang didukung oleh sistem komunikasi sosial yang bersifat terbuka menjadi proses pengembangan ilmu yang berjalan sangat efektif
NUKLIR DAN PILIHAN MORAL
Seorang ilmuan secdara moral tidak akan membiarkan hasil penemuannya dipergunakan untuk menindas bangsa lain meskipun yang mempergunakannnya itu adalah bangsanya sendiri. Sejarah telah mencatat bahwa ilmuan telah bangkit dan bersikap terhadap politik pemerintahnya yang menurut anggapan mereka melanggar asas-asas kemanusiaan. Ternyata bahwa dalam soal-soal menyangkut kemanusiaan para ilmuan tidak pernah bersifat netral. Mereka tegak dan bersuara sekiranya kemanusiaan memerlukan mereka. Suara mereka bersifat universal dalam mengatasi golongan, ras, sistem kekuasaan, agama dan rintangan-rintangan lainnya yang bersifat sosial.

REVOLUSI GENETIKA
Revolusi Genetika merupakan babakan baru dalam sejarah keilmuan manusia sebab sebelum ini ilmu tidak pernah menyentuh manusia sebagai objek penelaahan itu sendiri. Hal ini bukan berarti bahwa sebelumnya tiada ada penelaahan ilmiah yang berkaitan dengan jasad manusia, tentu saja banyak sekali, namun penelaahan-penelaahan ini dimaksudkan untuk mengembangkan ilmu dan teknologi, dan tidak membidik langsung manusia sebagai objek penelaahan mengenai jantung manusia, maka hal ini dimaksudkan untuk mengembangkan ilmu dan teknologi yang berkaitan dengan penyakit jantung. Atau dengan perkataan lain, uapaya kita diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan yang memungkinkan kita dapat mengetahui segenap pengetahuan yang berkaitan dengan jantung, dan diatas pengetahuan itu dikembangkan teknologi yang berupa alat yang dapat memberi kemudahan bagi kita untuk menghadapi gangguan-gangguan jantung. Dengan penelitian genetika maka masalahnya menjadi sangat lain, kita tidak lagi menelaah organ-organ manusia dalam upaya untuk menciptakan teknologi yang memberikan kemudahan bagi kita, melainkan manusia itu sendiri sekarang menjadi obyek penelahan yang akan menghasilkan bukan lagi teknologi yang memberikan kemudahan, melainkan teknologi untuk mengubah manusia itu sendiri. Apakah perubahan-perubahan yang dilakukan diatas secara moral dapat dibenarkan.


VII
ILMU DAN KEBUDAYAAN



Ilmu hanya dapat maju apabila masyarakat berkembang dan berperadaban.

(Ibnu Khaldun (1332-1406 dalam muqaddimah)


MANUSIA DAN KEBUDAYAAN
Kebudayaan didefenisikan untuk pertama kali oleh E.B Taylor pada tahun 1871, lebih dari seratus tahun yang lalu, dalam bukunya primitive Culture dimana kebudayaan diartikan sebagai keseluruhan yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat serta kemampuan kebiasaan lainnya yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.

Manusia dalam kehidupannya mempunyai kebutuhan yang banyak sekali. Mendorong Adanya kebuhan hidup inilah yang mendorong manusia untuk melakukan berbagai tindakan dalam rangka pemenuhan kebutuhan tersebut. Dalam hal ini, menurut Ashley Montagu, kebudayaan mencerminkan tanggapan manusia terhadap kebutuhan dasar hidupnya. Manusia berbeda dengan binantang bukan hanya dalam banyaknya kebutuhan namun juga dalam memenuhi kebutuhan tersebut’ kebudayaanlah, dalam konteks ini, yang memberikan garis pemisah antara manusia dengan binatang.






ILMU DAN PENGEMBANGAN KEBUDAYAAN NASIONAL
Ilmu merupakan bagian dari pengetahuan dan pengetahuan merupakan unsur dari kebudayaan. Kebudayaan disini merupakan seperangkat sistem nilai, tata hidup dan sarana bagi manusia dalam kehidupannya. Kebudayaan nasional merupakan kebudayaan yang mencerminkan aspirasi dan cita-cita suatu bangsa yang diwujudkan dengan kehidupan bernegara. Pegembangan kebudayaan nasional merupakan bagian dari kegiatan suatu bangsa, baik disadari atau tidak maupun dinyatakan secara eksplisit atau tidak.

Ilmu dan kebudayaan berada dalam posisi yang saling tergantung dan saling mempengaruhi. Pada satu pihak pengembangan ilmu dalam suat masayarakat tergantung dari kondisi kebudayaannya. Sedangkan dipihak lain, pengembangan ilmu akan mempengaruhi jalannya kebudayaan. Ilmu terapdu secara intim dengan keselurhan struktur sosial dan tradisi kebudayaan, kata Talcot Parsons, mereka saling mendukung satu sama lain: dalam beberapa tipe masayarakat ilmu dapat berkembang dengan pesat, demikian pula sebaliknya, masyarakat teresbut tidak dapat berfungsi dengan wajar tanpa didukung perkembangan yang sehat dari ilmu dan penerapan.

DUA POLA KEBUDAYAAN
Bahwasanya secara sosiologi maka terdapat kelompok yang memberi nafas baru kepada ilmu-ilmu sosial. Mereka mengembangkan apa yang dinamakan ilmu-ilmu perilaku manusia (behavioral sciences) yang bertumpu kepada ilmu-ilmu sosial dimana perbedaan yang utama antara keduanya hanya terletak dalam keinginan untuk menjadikan ilmu-ilmu tentang manusia menjadi sesuatu yang lebih dapat diandalkan dan kuantitatif.
Adanya dua kebudayaan yang tebagi kedalam ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial ini sayangnya masih terdapat di Indonesia. Hal ini dicerminkan dengan adanya jurusan Pasti-Alam dan Sosial-Budaya dalam sistem pendidikan kita. Sekiranya kita menginginkan kemajuan dalam bidang keilmuan yang mencakup baik ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial maka dualisme kebudayaan ini harus dibongkar. Pembangkitan jursan berdasarkan Pasti-Alam dan Sosial-Budaya harus dihilangkan. Adanya pembagian jurusan ini merpakan hambatan psikologis dan intelektual bagi pengembangan keilmuan di negara kita. Sudah merupakan rahasia umum bahwa jurusan Pasti-Alam dianggap lebih mempunyai prestise dibandingkan dengan jurusan Sosial-Budaya. Hal ini menyebabkan kepada mereka yang mempunyai minta dan bakat baik dibidang ilmu-ilmu sosial akan terbujuk memilih ilmu-ilmu alam karena alasan-alasan sosial-psikologis. Dipihak lain merupaka yang sudah terkontrak dalam jurusan Sosial-Budaya dalam proses pendidikannya kurang mendapatkan bimbingan yang cukup dalam pengetahuan matematikanya untuk menjadi ilmuwan kelas satu yang sungguh-sungguh mampu.

VIII
ILMU DAN BAHASA


TENTANG TERMINOLOGI : ILMU, ILMU PENGETAHUAN DAN SAINS?

Dua Jenis Ketahuan
Manusia dengan segenap kemampuan kemanusiaannya seperti perasaan, pikiran, pengalaman, pancaindra, dan intuisi mampu menangkap alam kehidupannya dan mengabstraksikan tangkapan tersebut dalam dirinya dalam berbagai bentuk ”ketahuan” umpamanya kebiasaan, akal sehat, seni, sejarah dan filsafat. Terminologi ketahuan ini adalah terminologi artifisal yang bersifat sementara sebagai alat analisis yang pada pokoknya diartikan sebagai kseluruhan bentuk dari produk kegiatan manusia dalam usaha untuk mengetahui sesuatu.

Ketahuan atau knowledge ini merupakan terminologi generik yang mencakup segenap bentuk yang kita tahu seperti filsafat, ekonomi, seni bediri, cara menyulam dan biologi itu sendiri. Jadi biologi termasuk kedalam ketahua (knowledge) seperti juga ekonomi, matematika dan seni. Untuk membedakan tiap-tiap bentuk dari anggota kelompok ketahuan (knowledge) ini terdapat tiga kriteria yakni :
(a) Objek Ontologis : Adalah objek yang ditelaah yang membuahkan ketahuan.
(b) Landasa Epistemologi : Cara yang dipakai untuk mendapatkan ketahuan (knowledge) tersebut ; atau dengan perkataan lain, bagaimana caranya mendapatkan ketahuan (knowledge) ini.
(c) Landasan Aksiologis : Untuk apa ketahuan itu digunakan (nilai)
POLITIK BAHASA NASIONAL
Bahasa pada hakekatnya mempunyai dua fungsi utama yaitu pertama sebagai sarana komunikasi antarmanusia, dan kedua, sebagai sarana budaya yang mempersatukan kelompok manusia yang mempergunakan bahasa tersebut. Fungsi yang pertama dapat kita sebutkan sebagai fungsi komunikatif dang fungsi yang kedua sebagai fungsi yang kohesif atau integratif. Pengembangan sebuah bahasa haruslah memperhatikan kedua fungsi ini agari terjadi keseimbangan yang saling menunjang dalam pertumbuhannya. Seperti juga manusia yang mempergunakan bahasa harus terus tumbuh dan berkembang seiring dengan pergantian zaman.

Pada tanggal 28 Oktober 1928 bangsa Indonesia telah memilih basaha Indonesia sebagai bahasa nasional. Alasan yang paling utama pada waktu utama lebih ditekankan pada fungsi kohesif Bahasa Indonsia sebagai sarana untuk mengintegrasikan berbagai suku ke dalam satu bangsa yakni Indonesia. Tentu saja terdapat evaluasi yang berkonotasi dengan kemampuan bahasa Indonesia sebaga fungsi komunikatif yakni fakta bahwa Bahasa Indonesia merupakan lingua franca dari sebagian besar penduduk, namun kalau dikaji lebih mendalam, maka kriteria bahasa sebagai fungsi kohesif itulah kriteria yang menentukan. Perkembangan bahasa tentu saja tidak dapat dilepaska dari sektor-sektor lain yang juga tumbuh berkembang. Sekiranya bahasa berkembang terisolasikan dari perkembangan sektor-sektor lain maka bahasa mungkin bersifat tidak berfungsi dan bahkan kontra produktif (counter-productive).

IX
PENELITIAN DAN PENULISAN ILMIAH


Jujun Suparjan Suriasumantri menjelaskan tentang pengajuan masalah sebagai berikut :
1. Latar belakang masalah
2. Identifikasi masalah
3. Pembatasan masalah
4. Perumusan masalah
5. Tujuan penelitian
6. Kegunaan penelitian

PENYUSUNAN KERANGKA TEORITIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
1. Pengkajian mengenai teori-teori ilmiah yang akan dipergunakan dalam analisis.
2. Pembahasan mengenaiulat, penelitian-penelitian yang relevan.
3. Penyusunan kerangka berpikir dalam pengajuan hipotesis dengan mempergunakan premis-premis sebagai tercantum dalam butir (1) dan butir (2) dengan menyatakan secara tersurat postulat, asumsi dan prinsip yang dipergunakan (sekiranya diperlukan);
4. Perumusan hipotesis

METODOLOGI PENELITIAN
1. Tujuan penelitian secara lengkap dan operasional dalam bentuk pernyataan yang mengidentifikasikan variabel-variabel dan karakteristik hubungan yang akan diteliti;
2. Tempat dan waktu penelitian di mana akan dilakukan generalisasi mengenai variabel-variabel yang akan diteliti;
3. Metode penelitian ditetapkan berdasarkan tujuan penelitian dan tingkat generalisasi yang diharapkan;
4. Teknik pengambilan contoh yang relevan dengan tujuan pnelitian, tingkat keumuman dan metode penelitian.
5. Teknik pengumpulan data yang mencakup identifikasi variabel yang akan dikumpulkan, sumber data, teknik pengukuran, instrumen dan teknik mendapatkan data.
6. Teknik analisis data yang mencakup langkah-lagkah dan teknik analisis yang dipergunakan yang ditetapkan berdasarkan pengajuan hipotesis (sekiranya mempergunakan statistika maka tuliskan hipotesis nol dan hipotesis tandingannya : H0 / H1)

HASIL PENELITIAN
Setelah perumusan masalah, pengajuan hipotesis dan penetapan metodologi penelitian maka sampailah kita kepada langkah berikutnya yakni melaporkan apa yang kita temukan berdasarkan hasil penelitian. Sebaiknya bagian ini betul-betul dipergunakan untuk menganalisis data yang telah dikumpulkan selama penelitian untuk menarik kesimpulan penelitian. Deskripsi tentang langkah dan cara pengolahan data sebaiknya sudah dinyatakan dalam metodologi penelitian. Sering kita melihat bahwa bagian ini dipenuhi dengan pernyataan-pernyataan yang kurang relevan dan pembahasan hasil pnelitian yang menyebabkan menjadi kurang tajamnya fokus analisis dalam pengkajian.




Secara singkat maka hasil penelitian dapat dilaporkan dalam kegiatan sebagai berikut :
a) Menyatakan variabel-variabel yang diteliti;
b) Menyatakan teknik analisis data;
c) Mendeskripsikan hasil analisis data;
d) Memberikan penafsiran terhadap kesimpulan analisis data;
e) Menyimpulkan pengujian hipotesis apakah ditolak atau diterima.

RINGKASAN DAN KESIMPULAN
a) Deskripsi singkat mengenai masalah, kerangka teoretis, hipotesis, metodologi dan penemuan penelitian;
b) Kesimpulan penelitian yang merupakan sintesis berdasarkan keseluruhan aspek tersebut diatas ;
c) Pembahasan kesimpulan penelitian dengan melakukan perbandingan terhadap penelitian lain dan pengetahuan ilmiah yang relevan;
d) Mengkaji implikasi penelitian;
e) Mengajukan saran.

KERANGKA UMUM KARYA ILMIAH
a) Halama utama / halaman sampul
b) Kata pengantar
c) Abstrak
d) Sisi / usulan penelitian
e) Kesimpulan
f) Daftar Pustaka
g) Riwayat Hidu
h) Catatan akhir / lampiran


PENUTUP


Demikian resensi buku Filsafat Ilmu ini disajikan, mudah-mudahan mampu menggugah pe-resensi untuk terus mencari dan bertualang didunia ilmu dan akhirnya memutuskan dengan berpedoman pada moralistas universal. Dalam kegiatan me-resensi buku ini adapun yang menjadi penilaian umum (general evaluation) bagi pe-resensi yaitu :
1. Metode Penyajian : sangat detail, mudah dipahami dan disertai dengan contoh berupa gambar atau ceritera. (Keunggulan)
2. Penyusunan : penyusunan tidak ber-Bab / tidak seperti buku-buku lainnya. (Kelemahan)
Namun dibalik dari penilain yang pe-resensi paparkan, kami sangat berharap akan manfaat dari hasil resensi isi buku ini dan dapat menambah wawasan keilmuan kita khususnya dalam bidang ”Filsafat Ilmu”.
Pada akhirnya pe-resensi senantiasa mengharap semoga kegiatan me-resensi buku ini bernilai ibadah disisi Allah SWT. Amin Ya Robbal A’lamin.
Terima kasih Mas Jujun...
Wassalam
Makassar, 15 November 2010

MUHSYANUR (10B01028)
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia
Program Pascasarjana Universitas Negeri Makassar 2010

PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI DITINJAU DARI PERSPEKTIF FILSAFAT ILMU

Oleh : Muhsyanur

BAB I
PENDAHULUAN



A. LATAR BELAKANG
Allah menciptakan Adam sebagai manusia pertama penghuni Surga dan hidup ditengah-tengah populasi masyarakat dan jin yang memang sudah diciptakan sebelumnya. Sebagai penghuni Surga, Adam telah diberikan oleh Allah Inayah yang luar biasa besarnya sehingga segala kebutuhan yang diinginkan Adam sudah tersedia. Saat Adam diturungkan Allah ke bumi dan menjadi Khalifah pertama diatas permukaan bumi, sejarah peradaban manusia telah dimulai. Adam sebagai Bapak manusia pertama telah mulai mengenal pengetahuan, walaupun masih didampingi para malaikat.
Kita mengetahui perjalanan sejarah ilmu pengetahuan modern yang kita ketahui sekarang masih sangat terbatas. Karena itu, sangat sulit bagi ilmu untuk mengungkapkan kondisinya sendiri dalam beribu tahun sebelumnya. Kesulitan ini dapat dibantu melalui pendekatan sejarah atau agama. Jika hal ini digunakan, maka kita dengan mudah mendapatkan informasi bahwa perkembangan ilmu pengetahuan telah berlangsung sejak manusia pertama (Adam) diciptakan. Bukankah perintah Allah seperti berikut menunjukkan keadaan tersebut?
” Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: ’ Sebutkan kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar.” Mereka menjawab: ” Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari yang telah Engkau ajarkan kepada kami; Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana ”. (QS 2:311-32)
Dari surat tersebut ada dua hal yang perlu dicatat. Pertama, bahwa manusia mempunyai ilmu yang lebih luas dibandingkan dengan malaikat. Kedua Adam, sebagai bapak manusia, benar-benar sudah mengetahui bentuk segala sesuatu pada waktu hidupnya sampai keturunan berakhir.
Bentuk ilmu yang dimiliki oleh Adam belum menjelaskan secara rinci bagaimana bentuk dan penggunaannya. Bentuk yang lebih operasional dikembangkan oleh Nuhdalam bentuk Teknologi perahu yang sama dengan supertangker atau kapal induk pada masa sekarang.
” Dan buatlah bahtera itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu kami, dan janganlah kamu bicarakan dengan Aku tentang orang-orang yang zalim itu ; sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan ”. (QS 11:37)
Dari ayat ini sangat jelas menerankan bahwa Allah secara langsung ikut campur tangan dalam perkembangan teknologi. Jadi mungkin ini sebabnya setelah peristiwa tersebut (yang bersifat kondisional), Nuh belum mengembangkan dan mentransfer teknologi yang dianggap spektakuler menurut sejarah dan agama. Pada waktu itu, teknologi satelit mata-mata sudah ada dan disebut hud-hud. Dia bisa mengirim berita dari wilayah keuasaannya, memanfaatkan teknologi angkutan yang canggih yang mampu membawa berita dari jarak ribuan kilometer dalam waktu kurang dari satu detik.
Dari contoh yang telah disebutkan di atas, muncul pertanyaan, jika kondisi ini benar, mengapa ilmu pengetahuan yang demikian maju tidak sampai kegenerasi kita? Seharusnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang kita miliki sekarang sudah bergerak beberapa abad didepan kita.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas maka yang menjadi rumusan masalah dalam Karya Tulis ini adalah :
1. Bagaimana gambaran manusia pertama mulai mengenal ilmu pengetahuan.
2. Bagaimana perkembangan ilmu pengetahuan sejak manusia pertama.
3. Bagaimana terbentuknya ilmu pengetahuan dan teknologi dimasa para utusan Allah.
C. TUJUAN DAN MANFAAT
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan diatas, maka yang menjadi tujuan dalam Karya Tulis ini adalah :
1. Untuk memahami gambaran manusia pertama mulai mengenal ilmu pengetahuan.
2. Untuk mengetahui perkembangan ilmu pengetahuan sejak adanya manusia pertama.
3. Untuk mengetahui terbentuknya ilmu pengetahuan dan teknologi dimasa para utusan Allah.
Sedangkan manfaat yang dapat diperoleh dalam tulisan ini adalah :
1. Sebagai bahan informasi dan masukan bagi pembaca.
2. Bagi pembaca diharapkan dapat memberikan wawasan yang luas tentang ilmu pengetahuan dan teknologi.
3. Sebagai bahan tambahan pengetahuan tentang perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.


BAB II
PEMBAHASAN


I. BAGAIMANA GAMBARAN MANUSIA PERTAMA MULAI MENGENAL ILMU PENGETAHUAN

1. Ilmu

Ilmu adalah pengetahuan yang diterapkan dalam proses konsepsionalisasi dan operasionalisasi. Ilmu barulah tahap dimana abstraksi pengetahuan manusia diterapkan tanpa melalui proses observasi dan pengujian hipotesis.
Dari Manakah Ilmu Dimulai ?
Permulaan Ilmu dapat disusuri sampai pada permulaan manusia. Ketika Allah mengutus Nabi Adam turun kebumi. Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama benda seluruhnya.
Dan ketika Nabi Nuh mengembangkan dalam bentuk teknologi perahu yang sama dengan Supertangker atau Kapal Induk pada masa sekarang.
Dan selanjutnya sejak awal kehadirannya Islam sudah memberikan penghargaan yang begitu besar kepada ........ Sebagaimana sudah di ketahui bahwa Nabi Muhammad saw, ketika diutus oleh Allah sebagai Rasul hidup dalam masyarakat yang terbelakang, dimana ........... tumbuh menjadi sebuah identitas yang melekat pada masyarakat Arab masa itu. Kemudian Islam datang menawarkan Cahaya Penerang yang mengubah masyarakat Arab Jahiliyah menjadi masyarakat yang berilmu dan beradab.
Ketika Rasulullah Saw. Menerima wahyu pertama yang mula-mula diperintahkan kepadanya ”Membaca”. Jibril memerintahkan Muhammad dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan Wahyu pertama itu menghendaki umat islam untuk senantiasa ”Membaca” dengan dilandasi Bismi Rabbik, dalam arti hasil bacaan itu nantinya dapat bermanfaat untuk kemanusiaan.
Permulaan ilmu dapat disusuri pada permulaan manusia antara lain aliran.
- Aliran Romantis mengatakan bahwa tidak ada perbedaan antara ilmu dan seni. Keduanya bertumpu pada proses kreativitas dan dimulai dengan imajinasi dan intuisi.
- Aliran Rasional mengatakan proses ilmu dimulai dari data. Kumpulan sejumlah fakta, cari hubungan-hubungan dan simpulkan dalam bentuk teori.
- Aliran Hipotetico – Deduktif mengatakan bahwa ilmu dikembangkan secara induktif. Ilmu dimulai dari serangkaian aksioma yang berasal dari berbagai sumber.
Ini berarti bahwa ilmu pengetahuan itu melewati tiga tahap, yakni Konseptualisasi, Operasionalisasi, dan Observasi.
Pada dasarnya setiap ilmu memiliki dua macam objek yaitu objek Material dan Objek Formal.
Objek material adalah sesuatu yang dijadikan sasaran penyelidikan. Seperti tubuh manusia adalah objek material ilmu kedokteran.
Adapun objek formalnya adalah metode untuk memahami objek material tersebut. Jadi ilmu hanya terbatas pada persoalan empiris saja. Objek Ilmu terkait dengan Filsafat pada objek empiris disamping itu secara historis ilmu berasal dari kajian Filsafat. Setelah berjalan beberapa kajian yang terkait dengan hal yang empiris yang semakin bercabang dan berkembang sehingga menimbulkan spesialisasi dan menampakkan kegunaan yang praktis.
Ciri-ciri utama Ilmu menurut terminologi antara lain :
- Ilmu adalah sebagian pengetahuan bersifat koheren, empiris sistematis dapat diukur dan dibuktikan.
- Ilmu menandakan seluruh kesatuan ide yang mengacu ke Objek yang sama dan saling berkaitan secara logis.
- Ilmu tidak memerlukan kepastian lengkap berkenaan dengan masing-masing penalaran perorangan, sebab ilmu dapat memuat didalam dirinya sendiri. Hipotesis-hipotesis dan teori yang belum sepenuhnya dimantapkan.
- Ilmu dalam pengetahuan ilmiah adalah ide bahwa metode-metode yang berhasil dan hasil-hasil yang terbukti pada dasarnya harus terbuka kepada semua pencari ilmu.
- Ciri hakiki ilmu ialah metode logis sebab kaitan logis yang dicari ilmu yang telah dicapai dengan penggabungan tidak teratur dan tidak terarah dari banyak pengamatan dan ide yang terpisah-pisah.
- Kesatuan setiap ilmu bersumber didalam kesatuan objeknya.

Definisi Ilmu menurut para ahli :

- Muhammad Hatta.
Ilmu adalah pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan hukum kausal dalam suatu golongan masalah yang sama tabiatnya dan kedudukannya.
- Ralp Ross dan Ernest Van Den Haag
Ilmu adalah yang empiris, rasional, umum dan sistematik, dan keempatnya serentak.
- Karl Pearson
Ilmu adalah lukisan atau keterangan yang komprehensip dan konsisten tentang fakta pengalaman dengan istilah yang sederhana.
- Ashley Montagu, guru besar Antropolog di Ratgers University
Ilmu adalah Pengetahuan yang disusun dalam suatu sistem yang berasal dari pengamatan, Studi dan percobaan untuk menentukan hakikat prinsip tentang hal yang dikaji.
- Harsojo, Guru Besar Antropolog di Universitas Pajajaran, Ilmu adalah:
1. Merupakan akumulasi pengetahuan yang disistemasikan.
2. Suatu pendekatan atau metode pendekatan terhadap seluruh dunia empiris (dapat diamati oleh panca indra manusia).
3. Suatu cara menganalisis yang mengisinkan kepada ahli-ahlinya untuk menyatakan sesuatu proposisi.
- Afansyef (Rusia)
Ilmu adalah pengetahuan manusia tentang alam, masyarakat dan pikiran.
- Mulyadhi Kartanegara berpendapat bahwa objek ilmu tidak mesti selalu empiris bahkan yang tidak empiris lebih luas dan dalam dibandingkan dengan yang empiris.

b. Pengetahuan
Pengetahuan (knowledge atau ilmu )adalah bagian yang esensial- aksiden manusia, karena pengetahuan adalah buah dari "berpikir ". Berpikir ( atau natiqiyyah) adalah sebagai differentia ( atau fashl) yang memisahkan manusia dari sesama genus-nya,yaitu hewan. Dan sebenarnya kehebatan manusia dan " barangkali " keunggulannya dari spesies-spesies lainnya karena pengetahuannya. Kemajuan manusia dewasa ini tidak lain karena pengetahuan yang dimilikinya. Lalu apa yang telah dan ingin diketahui oleh manusia ? Bagaimana manusia berpengetahuan ? Apa yang ia lakukan dan dengan apa agar memiliki pengetahuan ? Kemudian apakah yang ia ketahui itu benar ? Dan apa yang mejadi tolak ukur kebenaran ?
Pertanyaan-pertanyaan di atas sebenarnya sederhana sekali karena pertanyaan-pertanyaan ini sudah terjawab dengan sendirinya ketika manusia sudah masuk ke alam realita. Namun ketika masalah-masalah itu diangkat dan dibedah dengan pisau ilmu maka tidak menjadi sederhana lagi. Masalah-masalah itu akan berubah dari sesuatu yang mudah menjadi sesuatu yang sulit, dari sesuatu yang sederhana menjadi sesuatu yang rumit (complicated). Oleh karena masalah-masalah itu dibawa ke dalam pembedahan ilmu, maka ia menjadi sesuatu yang diperselisihkan dan diperdebatkan. Perselisihan tentangnya menyebabkan perbedaan dalam cara memandang dunia (world view), sehingga pada gilirannya muncul perbedaan ideologi. Dan itulah realita dari kehidupan manusia yang memiliki aneka ragam sudut pandang dan ideologi.
Atas dasar itu, manusia -paling tidak yang menganggap penting masalah-masalah diatas- perlu membahas ilmu dan pengetahuan itu sendiri. Dalam hal ini, ilmu tidak lagi menjadi satu aktivitas otak, yaitu menerima, merekam, dan mengolah apa yang ada dalam benak, tetapi ia menjadi objek.
Para pemikir menyebut ilmu tentang ilmu ini dengan epistemologi (teori pengetahuan atau nadzariyyah al ma'rifah).
Epistemologi menjadi sebuah kajian, sebenarnya, belum terlalu lama, yaitu sejak tiga abad yang lalu dan berkembang di dunia barat. Sementara di dunia Islam kajian tentang ini sebagai sebuah ilmu tersendiri belum populer. Belakangan beberapa pemikir dan filusuf Islam menuliskan buku tentang epistemologi secara khusus seperti, Mutahhari dengan bukunya "Syinakht", Muhammad Baqir Shadr dengan "Falsafatuna"-nya, Jawad Amuli dengan "Nadzariyyah al Ma'rifah"-nya dan Ja'far Subhani dengan "Nadzariyyah al Ma'rifah"-nya. Sebelumnya, pembahasan tentang epistemologi di bahas di sela-sela buku-buku filsafat klasik dan mantiq. Mereka -barat- sangat menaruh perhatian yang besar terhadap kajian ini, karena situasi dan kondisi yang mereka hadapi. Dunia barat (baca: Eropa) mengalami ledakan kebebasan berekspresi dalam segala hal yang sangat besar dan hebat yang merubah cara berpikir mereka. Mereka telah bebas dari trauma intelektual. Adalah Renaissance yang paling berjasa bagi mereka dalam menutup abad kegelapan Eropa yang panjang dan membuka lembaran sejarah mereka yang baru. Supremasi dan dominasi gereja atas ilmu pengetahuan telah hancur. Sebagai akibat dari runtuhnya gereja yang memandang dunia dangan pandangan yang apriori atas nama Tuhan dan agama, mereka mencoba mencari alternatif lain dalam memandang dunia (baca: realita). Maka dari itu, bemunculan berbagai aliran pemikiran yang bergantian dan tidak sedikit yang kontradiktif. Namun secara garis besar aliran-aliran yang sempat muncul adalah ada dua, yakni aliran rasionalis dan empiris. Dan sebagian darinya telah lenyap. Dari kaum rasionalis muncul Descartes, Imanuel Kant, Hegel dan lain-lain. Dan dari kaum empiris adalah Auguste Comte dengan Positivismenya, Wiliam James dengan Pragmatismenya, Francis Bacon dengan Sensualismenya.
Berbeda dengan barat, di dunia Islam tidak terjadi ledakan seperti itu, karena dalam Islam agama dan ilmu pengetahuan berjalan seiring dan berdampingan, meskipun terdapat beberapa friksi antara agama dan ilmu, tetapi itu sangat sedikit dan terjadi karena interpretasi dari teks agama yang terlalu dini. Namun secara keseluruhan agama dan ilmu saling mendukung. Malah tidak sedikit dari ulama Islam, juga sebagai ilmuwan seperti : Ibnu Sina, al Farabi, Jabir bin al Hayyan, al Khawarizmi, Syekh al Thusi dan yang lainnya. Oleh karena itu, ledakan intelektual dalam Islam tidak terjadi. Perkembangan ilmu di dunia Islam relatif stabil dan tenang.
Selain itu, pengetahuan adalah segala sesuatu yang dapat dicerap melalui pancaindera. Pengetahuan tidak dapat dikategorikan ilmu, karena hanya bertolak dari pengamatan subjektif manusi tentang realita. Pengetahuan yang tersusun dalam kesan inderawi dapat bersifat potensial dan aktual. Oleh karena itu setiap individu memiliki pengetahuan yang berbeda-beda. Pengetahuan tidak terbatas hanya pada hal-hal yang kasat mata, melainkan mencakup pula hal-hal yang abstrak, bahkan yang bersifat transendental atau supranatural. Pengetahuan tidak dapat dikategorikan sebagai ilmu, selain karena induksi yang ada dalam pengetahuan itu lebih cenderung sebagai proses penalaran dan pengalaman pribadi seseorang dalam menafsirkan, mengkontemplasikan, merumuskan dan menyimpulkan realitas. Pengetahuan telah ada sejak manusia lahir yang tidak dapat dibatasi secara kontekstual. Perbedaan pengetahuan adalah sama jamaknya dengan perbedaan setiap manusia. Pengetahuan seorang sufi tentunya tidak sama dengan pengetahuan seorang dosen Filsafat Theologi. Kesamaan dapat terjadi, hanya pada konteks yang terbatas karena antara Sufi dan Theolog bertolak dari perbedaan prinsipil tentang pemahaman akan keyakinan religius. Meskipun mungkin keduanya meyakini bahwa Tuhan itu Maha Kuasa dan dirinya adalah fakta tentang Kemahakuasaan itu. Pengetahuan seorang anak balita tentu saja tidak dapat dikategorikan sebagai ilmu, karena apa yang ada dalam struktur pengetahuan yang dimilikinya itu belum teruji kebenarannya.


Ada empat cara manusia memperoleh pengetahuan, yakni :
1. Kejadian secara kebetulan (ditemukannya Kina sebagai obat anti Malaria).
2. dengan metode Trial dan Error
3. Dengan latihan dan kebiasaan yang diulang-ulang
4. Dengan merujuk pada pendapat ahli.
Dari perbedaan ilmu dengan pengetahuan bahwa pengetahun adalah keseluruhan pengetahuan yang tersusun, baik mengenai metafisik maupun fisik.
Contoh : Lidi-lidi yang masih berserakan di pohon kelapa, di pasar dan ditempat lain yang belum tersusun dengan baik.
Jadi yang dimaksudkan pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca inderanya, yang berbeda sekali dengan kepercayaan (beliefs) takhyul (supertitions). Adalah sangat penting untuk diketahui bahwa pengetahuan berbeda dengan buah pikiran (ideals), oleh karena itu tidak semua pikiran merupakan pengetahuan dan tidak semua pengetahuan merupakan suatu ilmu, hanya pengetahuan yang tersusun secara sistematis saja yang bisa merupakan ilmu pengetahuan. Tujuan ilmu pengetahuan adalah lebih mengetahui dan mendalami segala segi kehidupan.


II. PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN SEJAK MANUSIA PERTAMA.

Manusia purba telah menemukan beberapa hubungan yang bersifat empiris yang memungkinkan mereka untuk mengerti keadaan dunia. Usaha mula-mula dibidang ke ilmuan yang tercatat dalam lembaran sejarah yang dilakukan oleh Bangsa Mesir dimana banjir sungai Nil yang terjadi setiap tahun ikut menyebabkan berkembangnya sistem Almanak Geometri dan kegiatan Survey. Setelah ini muncul bangsa Yunani yang menitikberatkan pada pengorganisasian Ilmu dimana mereka meastronomi, kedokteran dan sistim klasifikasi, namun juga menjadi dasar bagi penjabaran secara induktif pengalaman-pengalaman.
a. Ilmu Pengetahuan
Ilmu Pengetahuan adalah organisasi pengetahuan yang sistematik yang terkontrol, digali berdasarkan fakta-fakta dan pengalaman empirik yang dapat diuji kebenarannya.
b. Ada Empat Cara Manusia memperoleh Ilmu Pengetahuan, Yakni :
1. Dengan Metode keteguhan atau berpegang teguh pada yang ada.
2. Dengan merujuk pada pendapat ahli (metode otoritis)
3. Dengan intuisi atau keyakinan
4. Dengan metode ilmiah
Ilmu Pengetahuan itu ditegakkan di atas empat kaidah, yakni :
ORDE : artinya Ilmu Pengetahuan itu dibangun berdasarkan hukum-hukum yang berlaku umum. Ilmu selalu berlandaskan pada hukum probalitas, bukan pada keserampangan.
DETERMINSIME : artinya Ilmu Pengetahuan itu percaya bahwa setiap peristiwa mempunyai sebab atau preseden (pendahuluan) yang dapat diselidiki
KESEDERHANAAN : artinya Ilmu Pengetahuan itu lebih menyukai penjelasan yang sederhana dari pada penjelasan yang kompleks bila keduanya sama-sama menjelaskan fakta.
EMPIRISME : artinya kesimpulan-kesimpulan Ilmu Pengetahuan haruslah didasarkan pada pengalaman yang dapat diamati. Pengalaman mistik tidak dapat dikatakan ilmiah, karena sifatnya yang individual dan sukar diulangi oleh orang lain pada tempat, waktu dan cara yang sama.
c. Apakah Ilmu Pengetahuan (Science)
Manusia diciptakan sebagai mahluk yang sadar. Kesadaran manusia itu dapat disimpulkan dari kemampuannya untuk berpikir, berkehendak dan merasa. Dengan pikirannya mendapatkan (ilmu) pengetahuan. Secara pendek dapat dikatakan bahwa ilmu pengetahuan adalah pengetahuan (knowledge) yang tersusun sistematis dengan menggunakan kekuatan pemikiran, yang mana selalu dapat diperiksa dan ditelaah (dikontrol) dengan kritis oleh setiap orang lain yang ingin mengetahuinya.
Pada hakikatnya ilmu pengetahuan timbul karena adanya hasrat ingin tahu dalam diri manusia. Hasrat ingin tahu timbul oleh banyaknya aspek kehidupan yang masih gelap, dan manusia ingin mengetahui kebenaran dari kegelapan tersebut. Dalam usahanya untuk mencapai kebenaran tersebut manusia selalu mengadakan penelitian secara ilmiah. Penelitian secara ilmiah dilakukan manusia untuk menyalurkan hasrat ingin tahu yang telah mencapai taraf keilmuan, yang disertai dengan keyakinan bahwa setiap gejala dapat ditelaah dan dicari sebab akibatnya.
Selanjutnya, ilmu pengetahuan tersebut harus dapat dikemukakan dan diketahuioleh umum sehingga dapat diperiksa dan ditelaah oleh umum yang berbeda fahamnya dengan ilmu pengetahuan yang dikemukakan. Seorang ilmuwan (scietist) selalu harus menjelaskan segala pengetahuannya dengan jujur, rahasia perbuatannya tidak boleh disembunyikan ilmu pengetahuan bertujuan agar manusia lebih mengetahui dan memahami segala segi kehidupan ini. Dari sudut penerapannya, maka ilmu pengetahuan dibedakan antara lain ilmu pengetahuan murni (pure science) dan ilmu pengetahuan yang diterapkan (applied science). Ilmu pengetahuan murni bertujuan untuk membentuk dan mengembangkan ilmu pengetahuan secara abstrak, dan ilmu pengetahuan yang diterapkan bertujuan untuk mempergunakan dan menerapkan ilmu pengetahuan tersebut di dalam masyarakat yang bertujuan untuk membantu mengatasi masalah-masalah yang dihadapi. Selain dari itu, maka dapat pula dibedakan antara ilmu-ilmu yang teoritis rasional, teoritis praktis maupun teoritis empiris. Salah satu cara untuk memperoleh kerakteristiksuatu ilmu pengetahuan adalah dengan cara melukiskannya secara kongkrit.
Kiranya jelas sekali betapa luasnya ilmu pengetahuan itu. Permasalahannya adalah, kapan metode ilmiah berkembang?. Perjalanan ilmu pengetahuan modern tidak seperti perkiraan kita.



III. PERKEMBANGAN TERBENTUKNYA ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI

a. Teknologi
Teknologi adalah setiap implementasi ilmiah yang ditujukan pada proses kombinasi peralatan dan metode guna merumuskan makna praktis atas realitas. Atau dengan kata lain setiap upaya sistematik yang bertujuan meningkatkan efisiensi penggunaan semua sumber daya melalui kombinasi pengetahuan ilmiah yang ditunjang dengan perangkat peralatan (hardware and software). Setiap teknologi selalu membawa makna simbolik tentang keunggulan, efisiensi dan efektifitas. Makna tersebut teruji berdasarkan hipotesis, yang berimplikasi terhadap kemungkinan terjadinya inovasi baru untuk tujuan-tujuan praktis dan nilai guna bagi manusia. Secara sederhana tehknologi dapat dirumuskan dalam pengertian setiap upaya manusia yang mempergunakan peralatan-peralatan untuk kepentingan praktis, bukan untuk kepentingan teoritik dalam rangka peningkatan hasil akhir.
Jika kita mengikuti jalan pikiran Hull yang diangkat atau dinyatakan oleh Muhammad dan Rasyunan bahwa perjalanan ilmu dapat dibagi menjadi periode tujuh abad, seperti pembahasan berikut :
b. Sejarah Iptek
1. Tujuh Abad Pertama (samapi 6 abad SM)
Periode ini didominasi oleh filosof Yunani, salah seorang tokoh besar yang terkenal seperti Thales (640-545 SM). Dia seorang ahli matematika, astronomi dan filsafat yang teorinya menyatakan bahwa ”segala sesuatu adalah air” pernyataan ini identik dengan sebuah ayat Al-Qur’an : ”kami menciptakan segala sesuatu yang hidup dari air, (Al-Anbiya : 30). Anaximandros (610-547 SM) seorang murid Thales, dengan pendapatnya yang terkenal adalah pencipta. Phytagoras (lahir 570 SM) meletakkan dasar Geometri ddan Aritmetika dengan moral agama dan mistisisme. Empledocles dikenal sebagai pendiri dasar fisika dan biologi, sedangkan teori atom berasal dari Liucippus dan Democritus. Socrates (399 SM) adalah filsuf yang sangat terpengaruh oleh salah satu tulisan yang ada di kuil Delta yang mengatakan ” dengan kesadaran akan diri kamu sendiri, kamu akan mengenal diri sendiri,” sebuah pendapat yang hampir sama dengan pepatah arab ”kenalilah dirimu, niscaya kamu akan mengenal Tuhanmu,” Plato (427-384 SM) adalah murid socrates. Dia melanjutkan filosofi gurunya, perbedaannya adalah jika Socrates berpendapat bahwa jiwa manusia bersama dengan kebenaran , tetapi Plato berpendapat bahwa kebenaran hanya bersama manusia saja. Hampir semua pendapat diatas sebenarnya merupakan gambaran perkembangan kemampuan intelektual manusia dalam mencari kebenaran dan ini menjadi ilmu khusus yang berkembang di Yunani pada waktu itu, yaitu dengan menggunakan metode Filsafat.
Filsafat biasanya dipandang sebagai induk ilmu pengetahuan atau ilmu pengetahuan yang umum. Pythagoras menyatakan dirinya sebagai orang yang cinta kebijaksanaan, karena ”Philem” (bahasa yunani) adalah cinta dan ”Sophia” merupakan kebijaksanaan. Filsafat dicari untuk kebijaksanaan dan kebijaksanaan dicarikan. Asal-usul filsafat merupakan penjelasan rasional secara umumnya. Prinsip-prinsip atau asas-asas yang dijelaskan terhadap semua fakta adalah filsafat. Dengan demikian, walau filsafat adalah induk pengetahuan, filsafat berbeda dengan ilmu pengetahuan.
Seorang ahli filsafat Yunani kuno bernama Zeno dari Elea hidup di Italia selatan sekitar tahun 495 sampai sekitar 430 SM. Ia membuat serangkaian pernyataan yang dikenal dengan ”Paradoks Zeno” yang bertujuan untuk memperlihatkan bahwa pengertian manusia akan gerak dan waktu tak mencukupi. Paradoks Zeno memperhatikan hubungan antara ruang dan waktu.teka-tekinya yang paling masyhur ”membuktikan” bahwa kura-kura tak akan terlampaui oleh pelari, bahkan oleh pelari yang paling cepat dalam perlombaan sekalipun. Ini dimaksudkan untuk membuktikan bahwa yang lebih lambang tidak akan dilewati oleh yang lebih cepat dalam suatu perlombaan. Penalaran yang sama mengemukakan bahwa serdadu dapat selalu mendahului anak panah yang melesat dibelakangnya. Paradoks ”anak panah” Zeno berusaha membuktikan bahwa benda yang bergerak sebenarnya tetap berada di tempatnya. Teka-teki ini tergantung pada khayalan bahwa kita dapat menghentikan gerakan itu kapan kita mau.
2. Tujuh Abad Ke-dua (6 abad SM samapai abad 6 SM)
Pada abad ini penguasa Romawi mengembanakan agama Kristen. Terjadi pertempuran sengit antara ajaran kristen dengan filsafat yang dimenangkan oleh Kristen. Hal ini menyebabkan terjadinya kekakuan dan kemunduran ilmu pengetahuan. Kondisi ini didukung oleh penguasa Romawi yang menindas kebebasan berpikir, yang dianggap membahayakan kekuasaan mereka. Terjadinya kerjasama antara gereja dengan penguasa mengakibatkan ilmu pengetahuan mencapai suatu titik kekakuan atau kemandekan dengan titik terendah terjadi pada abad ke 4 sampai ke 5 M.
Awal berkembangnya agama Kristen pada abad pertama, sudah ada pemikiran-pemikiran Kristiani yang menolak filsafat Yunani. Mereka berpendapat bahwa setelah Allah memberikan wahyu kepada manusia, maka mempelajari filsafat yunani yang non Kristen dan non Yahudi adalah sia-sia dan berbahaya. Salah seorang pemukanya adalah Tertulianus (160-222). Tetapi pemikiran-pemikiran Kristen lain ada juga mempelajari filsafat Yunani, a.l. Yustinus Martir, Klemens (150-215), Gregorius dll. Gregorius dan Nyssa (335-394) menciptakan suatu sintesa antara agama Kristen dengan kebudayaan Hellenistik (filsafat Yunani), tanpa mengorbangkan apapun dari kebenaran agama kristen. Tetapi ada juga karangan-karangan yang diduga ditulis oleh Dionysios yang berbau neoplatonis.
Bapak gereja yang terkenal pada zaman itu adalah Augustinus (354-430). Ia menulis a.l. ”Confesiones” (pengakuan-pengakuan), ”De Civitate” (Kota Allah). Augustinus diakui sebagai Bapak Gereja yang besar oleh orang-orang Katolik Roma maupun orang-orang Protestan.
3. Tujuh abad ketiga (abad ke 6 M sampai ke 13 M).
Periode ini dikenal sebagai abad kejayaan Islam. Terdapat imam dan intelektual yang muncul dan juga perasaan persaudaraan yang kuat. Tidak menherangkan, hanya dalam periode satu abad saja Islam sudah mampu menciptakan suatu revolusi kebudayaan dan sosial (akidah) dalam hampir semua bagian di dunia terutama di Zaman Khulafaur Rasyidin. Hasilnya adalah sumbangan pemikiran dan kitab hhukum melalui para pemikir, seperti Imam Hanafi (699-767 M), Imam Malik (712-798 M), Imam Syafi’i (767-820 M), dan Ahmad Ibnu Hambal (780-855 M). Setelah itu, ilmu pengetahuan berkembang dengan cepat, diantaranya fisika optik dan teori oleh Al Hasam (1000 M), ilmu kedokteran dengan buku yang terkenal Al-Qanum Fit Thibb oleh Ibnu Sina (980-1036 M).

Filsafat Islam, meskipun mengalami gerhana pada abad ke-5 H/11M di Persia dan negeri-negeri Islam Timur lainnya akibat serangan Syahrastani, Al-Ghasali, dan Fakhruddin Al-Rasi, tidaklah sekedar Hijraj ke Spanyol dan menikmati musim semi yang singkat ditangan Ibnu Bajah, Ibnu Thufail dan Ibnu Rusyd dan akhirnya mati mengering di ujung Barat Dunia Islam. Filsafat Ibnu Sina dihidupkan kembali oleh Nashiruddin Thusi dan kelompoknya di abad ke-7 H/13 M, sementara dua generasi sebelumnya suatu perspektif intelektual yang baru mulai diperkenalkan oleh Syuhrawardi yang menamai Mazhab Pencerahan (isyraq). Lenih lanjut, ” Sains Mistisisme” atau ”Irfan (gnosis) terumuskan kira-kira pada waktu yang bersamaan oleh Ibnu ’Arabi dan segera mulai berinteraksi dengan cara yang sangat kreatif dengan tradisi filsafat islam maupun teologi atau kalam yang saat itu telah menjadi semakin ”filosofis”.
Kini tidak bisa menutup mata untuk menutup-nutupi kelemahan kita, bahwa umat islam sekarang jauh tertinggal dengan dunia barat dibidang sains dan teknologi. Padahal kita sendiri sadar, bahwa khasanah intelektual itu telah ditumbuh suburkan oleh para pendahulu kita, sejak beberapa abad yang silam. Banyak ahli sejarah membuktikan, bahwa kemunduran umat islam itu karena dua faktor : eksternal dan internal. Faktor eksternal adalah, karena kekalahan umat isalam dalam perang salib dan faktor internalnya adalah semakin memudarnya tali persaudaraan umat dan munculnya fanatisme golongan.
Seperti yang disorot oleh Sykib Arselan dalam bukunya Limadza Taakhar Al-Muslimun Wa Taqaddama Ghairuhum, bahwa kemunduran umat islam di samping karena faktor eksternal juga karena adanya faktor internal, yaitu hancurnya kesatuan dan persatuan antar umat islam, munculnya konservatismedan acuh tak acuhnya terhadap sains modern yang merupakan warisan intelektual islam. Oleh sebab itu menurutnya, perlu dibangkitkan ukhuwah islamiyah dan jihad serta ijtihad.
4. Tujuh abad ke-empat (abad ke 13 sampai sekarang)
Setelah umat islam mencapai puncak kejayaan peradaban, siklus sejarah kembali berulang. Dalam tiga abad pertama terjadi penerjemahan buku-buku islam ke peradaban barat, yang diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa eropa, di samping transper buku-buku ilmu pengetahuan yang dikenalkan oleh Roger Bacon dan dilanjutkan oleh Francis Bacon (1561-1626 M) yang menekankan kesamaan pengamatan. Pada waktu metodologi ini dikenal di Eropa masyarakat Eropa masih dalam ”Abad Kegelapan” yang berpegang pada pemahaman ”Generatio Spontanea”. Pendapat pertama mengatakan bahwa cacing dan belatung berasal dari keju, tikus dari sampah dan lain-lain. Pendapat ini dijungkir balikkan sedikit demi sedikit oleh metodologi penelitian.
Orang yang memulai penelitian ini adalah Fransisco Redi yang menunjukkan bahwa daging yang ditutup dengan penutup sehingga tidak dihinggapi lalat kemudian membusuk akan tidak mengeluarkan belatung. Diikuti peneliti Italia yang lain, spallanzani (1175 M) membuktikan bahwa daging yang sudah di masak dan diletakkan dalam botol dan ditutup rapat sehingga tidak terkontaminasi oleh udara, tidak akan membusuk penelitian-penelitian ini menjungkir-balikkan teori Generatio Spantanea dan muncullah teori ke dua, ” Omne vivum ex ovum” (bahwa setiap kehidupan berasal dari telur). Walaupun sebenarnya teori ini dapat dihancurkan dengan satu pertanyaan : ”Jika segala sesuatu berasal dari telur, dari mana datangnya telur pertama.” Realisasi ini menghambat kemajuan ilmu pengetahuan eropa. Tetapi berkat interaksi kebudayaan eropa dengan peradaban islam, terjadi revolusi besar-besaran di eropa seperti renaissance pada abad ke-17 dan pencerahan pada abad ke-18.
Kebangkitan Eropa dimulai dengan penemuan sel dan hewan bersel satu oleh Louis Pasteur, seperti protozoa dan bakteri, Charles Darwin mengetahkan teori evolusi melalaui seleksi alam yang ditulis alam buku asal-usul spesies, pada tahun 1859. setelah penemuan-penemuan di atas, eropa maju lebih cepat dengan berbagai penemuan dalam bidang ilmu pengetahuan terutama dalam bidang fisika, kimia dan matematika. Salah satu ilmuwan yang terkenal adalah Albert Einstein (1879-1955).
Albert Einstein terkenal berkat teori ”Relativitasnya”, teori khusus tentang realitivitas membuat berbagai ramalan yang aneh sehingga banyak yang tidak dapat percaya bahwa teori ini benar adanya. Mereka lebih percaya pada pandangan ”akal sehat” Newton yang berlandaskan pengalaman sehari-hari tentang dunia. Mereka lebih mengira bahwa gagasan Einstin hanyalah ”sekedar teori”. Teori khusus tentang relativitas ini telah diuji berulang kali, dan hasilnya selalu menunjukkan bahwa Einstein benar dan akal sehat salah. Bagian-bagian teori khusus bertentangan dengan akal sehat ini hanya terlihat pada kecepatan yang berupa pecahan besar dari kecepatan cahaya., atau dengan perkataan lain mendekati kecepatan cahaya. Karena kita pernah melakukan perjalan dengan kecepatan itu, pengaruhnya tak pernah terlihat, jika pengaruh itu terlihat, akan menjadi akal sehat. Setelah memunculkan teori khusus tentang relativitas, Einstein menghabiskan waktu 10 tahun lagi untuk membenahi teori umum yaitu teori Gravitasi. Teori ini merupakan adi karyanya sebuah teori gravitasi sempurna dan seperti terbukti kemudian, sebuah teori gravitasi sempurna tentang Alam Semesta.





ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH

Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan diatas, maka untuk itu perlu berusaha atau mendapatkan informasi dan dapat mengetahui perkembangan ilmu pengetahuan berlangsung sejak manusia pertama (Adam) diciptakan.
Melihat perkembangan Ilmu pengetahuan dan teknologi seharusnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang kita miliki sekarang dapat difungsikan dan dimanfaatkan seperti apa yang dilakukan para Utusan Allah.
Dengan teknologi yang ada maka dapat dikatakan bahwa pengetahuan dan teknologi dapat digunakan dan dimanfaatkan sesuai dengan perkembangan jaman sekarang.



BAB III
PENUTUP


A. Kesimpulan
1. Gambaran manusia pertama mulai mengenal pengetahuan yaitu saat Adam diturunkan Allah ke bumi dan menjadi Khalifa pertama diatas permukaan bumi. Peradaban manusia telah di mulai. Adam sebagai Bapak manusia pertama telah mulai mengenal pengetahuan walaupun masih didampingi para malaikat.
2. Perkembangan Ilmu Pengetahuan sejak manusia pertama ada. sejak kelahiran Islam, ketika Nabi Muhammad diutus sebagai Rasul dan menerima wahyu pertama diperintahkan kepadanya ”membaca” dengan menyebut nama Tuhanmu. Dan pada saat manusia purba menemukan beberapa hubungan yang bersifat empiris yang memungkinkan mereka untuk mengerti keadaan dunia.
3. Terbentuknya Ilmu Pengetahuan dan teknologi dimasa para utusan Allah yaitu ketika Nabi Nuh mengembangkan dalam bentuk teknologi perahu yang sama dengan Super Tangker atau Kapal Induk pada masa sekarang. Dan penggunaan sumber daya melalui pengetahuan Ilmiah serta upaya manusia mempergunakan peralatan untuk kepentingan praktis.





B. Saran
1. Akal manusia adalah Anugrah Allah yang diberikan kiranya dapat dipakai mengembangkan ilmu pengetahuan seperti Allah memberikan amanah kepada kepada Adam diawal mengenal pengetahuan.
2. Dalam mengembangkan ilmu pengetahuan kiranya dapat memakai akal dalam menggunakan metode ilmiah yang bermanfaat untuk kemanusiaan.
3. Hendaknya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang menggunakan sumberdaya melalui pengetahuan ilmiah yang merupakan alat pemberian Allah digunakan dengan baik tidak untuk mengkritik Firman Allah.


DAFTAR PUSTAKA



1. Rohadi, Abdul Fattah. 1994. Ilmu dan Teknologi dalam Islam, Jakarta : PT. Bhinneka Cipta.
2. Jujun. S. Suriasumantri. 1997. Ilmu dalam perspektif, Jakarta : Yayasan Abar Indonesia.
3. Dikdasmen, Depdiknas.2001. Jendela Iptek (Ruang dan Waktu). Jakarat : Balai
4. Zainuddin, M. 2002. Filsafat Ilmu Perspektif Pemikiran Islam. Jakarta.
5. Agustami. 2002. Keseimbangan Peningkatan Imtak dengan Penguasaan Iptek. Jakarat : Dian Ariesta.
6. Amsal Bahtiar. 2004. Filsafat Ilmu, Jakarat : PT. Raja Grafindo